Dalam dakwah ala Mustafa Masyhur diuraikan terkait usaha untuk menumbuhkan semangat nasionalisme religius pemuda itu melalui pendekatan Islam. Kalau dilihat, makna filosofisnya, jika kepahaman agama pemuda sudah kuat dan benar, maka akan mudah mengajaknya mencapai tujuan yang diimpikan. Ditambah lagi dengan Islam memang sudah mengatur juga masalah nasionalisme religius.
Pada konteks ini, hampir sejalan dengan pendapat Jonathan Fox, bahwa peran agama dalam membangkitkan semangat nasionalisme di dunia ini sangat besar, meskipun peran agama bukanlah satu-satunya faktor kebangkitan tersebut. Tercatat, mulai dari tahun 1945-1980, pengaruh agama dan non-agama terhadap semangat itu hampir seimbang. Akan tetapi, mulai dari tahun 1980-2001, peran agama melampaui non-agama dan bahkan pengaruh tersebut terus meningkat.
Seperti yang terjadi di Indonesia, menurut Amry
Vandenbosch, agama sangat mendominasi dalam pemicu tumbuhnya semangat
nasionalisme. Tegasnya, meskipun Indonesia terbagi atas sejumlah besar
pulau-pulau yang terpisah dan masyarakat yang sangat memegang adat dan
etnologinya masing-masing, dengan kekuatan agama,
semuanya dapat disatukan. Selain dari itu, agama juga mendominasi dalam
semangat nasionalis partai. Sebagaimana halnya partai nasionalis pertama di
Indonesia yang didirikan oleh Budi Utomo, pada akhirnya dikalahkan juga oleh
partai baru, Sarekat Islam. Unsur religius mungkin di dalam pergerakan atau
partai hanya sebagai daya tarik ke masyarakat, tetapi faktanya, partai baru
dengan dasar Islam berkembang sangat pesat.
Lebih
jauh, mengutip pendapat Roger Friendland, diharapkan nasionalisme religius
membentuk komunitas berbasis agama, dipahami sebagai sarana ciptaan Tuhan, baik
sebagai model pemerintahan dan sebagai unit bangsa. Nasionalisme religius
menciptakan teritorial bangsa yang bersih dan pada praktik politiknya, mengubah
ruang ibadah menjadi ruang publik yang dipolitisasikan pada sebuah bangsa.
Untuk itu, saat ini menjadi moment yang tepat untuk mengingatkan
kembali akan eksistensi dan sikap pemuda yang mesti dimiliki dan dikembangkan
dalam rangka menghadapi tantangan dimasa depan untuk menggapai keharmonisan
rasa nasionalisme dan religius. Yakni, hendaknya setiap pemuda muslim
berhubungan dengan moral, tingkah laku, dan kebijaksanaan yang dituntut dari
pemuda muslim yang digariskan dalam Alquran. Berkait dengan itu, Dr. M. Manzoor
Alam, menyebutkan ada sifat-sifat dasar yang dituntut dari pemuda Islam itu.
Pertama, percaya dan hanya menyembah kepada Allah. Penundukkan diri
sepenuhnya, pengikat diri secara total dan penyerahan diri seutuhnya kepada
Allah adalah ciri pemuda yang utama. (QS. 17; 23 dan QS. 31: 12-13).
Kedua,
baik terhadap orang tua. Islam menekankan pentingnya berbuat baik terhadap
orang tua. Hal ini bukanlah demi kepuasan keberadaan sebagaimana yang lazim
dalam masyarakat Barat. Tetapi pemuda Islam selalu menyadari kenyataan bahwa
berbuat baik terhadap orang tua, memelihara mereka dalam saat yang diperlukan,
memohon ampunan Allah bagi mereka, merupakan bagian dari penyembahan kepada
Allah Yang Maha Kuasa. (QS. 17: 23).
Ketiga, jujur dan bertanggung jawab. Pemuda Islam hendaknya berikhtiar untuk
memanfaatkan karunia atau anugrah yang dilimpahkan kepada mereka seproduktif
mungkin. Karunia ini tidak hanya berupa kekayaan, tetapi meliputi pula segala
hal seperti kekuasaan dan kedudukan, kesehatan, tindakan, pengetahuan, dll.
(QS. 17: 16-17).
Keempat, persaudaran dan kasih sayang. Pemuda Islam hendaknya memiliki sifat
mencintai sesamanya dan hendaknya dijiwai oleh semangat berkorban. Mereka
hendaknya bagaikan sebuah bangunan yang kekuatannya terletak pada kekompakan
dari komponen-komponen yang membentuk bangunan itu. (QS. 49: 10 dan 3: 103).
Kelima, bermusyawarah. Pemuda Islam harus berpegang kepada bermusyawarah dan
harus selalu mentaati norma-norma permusyawarahan, seperti diamanatkan dalam
Alquran Surat Asy-Syurura (42): 38 dan Ali ‘Imran (3): 159.
Sifat-sifat dasar tersebut mesti di bangun pada tiap-tiap pemuda Islam
untuk menjadi sebuah idealismenya. Baru dari komitmen tersebut, akan melahirkan
pemuda-pemuda ideal yang diharapkan menjadi generasi Rabbi Rodhiya. Yang mana, generasi Robbi Rodhiya ini setidaknya
memiliki parameter-parameter yang bisa kita amati, diantaranya berupa: (1) Mempunyai
keterikatan pada Ilahi. Di dalamnya terhujam rasa cinta yang membara kepada
Allah dan melangkahkan kaki sesuai dengan kehendak Allah, sebagai kekasihnya.
Satu-satunya alternatif dalam hidupnya adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT.
(2) Memiliki keberanian untuk berjihad dengan harta dan jiwa demi
tegaknya kalimatullah. (3) Berserah diri secara total (kafah) kepada Allah
dengan harapan mendapat petunjuk dan keridhoan-Nya. (4) Memberikan penghormatan
kepada kedua orang tuanya sebagai salah satu alternatif untuk mendapatkan
keridhoan Allah. (5) Membina diri untuk selalu menegakkan sholat, berakhlak
bijaksana dalam da’wah serta memiliki kesabaran dalam menghadapi cobaan. Dan
rendah hati, tidak takabbur, dan tidak ingin pujian serta membantu orang yang
lemah dengan harapan mendapat cinta Allah.
(6) Gandrung akan ilmu pengetahuan, peka terhadap lingkungan, banyak
berdzikir dan pandai membaca situasi dan kondisi yang berkembang. (7) Memiliki
perkataan dan tingkah laku yang lemah lembut, sangat kuat pendiriannya terhadap
kebenaran, bagaikan bangunan yang berdiri kokoh, sehingga ia tidak takut dan
berduka cita. (8) Gemar membaca Alquran dan menjadikannya sebagai sistem
kehidupan. Dengan Alquran ia dapat membedakan antara haq dan bathil, cara
berpikir dan bertindaknya didasari pada Alquran dan Sunah Nabi. Ia berusaha
untuk menjadi Quran yang
hidup dan ia tidak suka kalau hanya bicara tanpa beramal, karena Allah memang
tidak suka pada yang demikian.
Daftar Bacaan
al-Anani,
Khalil. “The Power of the Jama‘a: The
Role of Hasan al-Banna in Constructing the Muslim Brotherhood’s Collective
Identity.” Brill (2013):
4-11, http://www.brill.com/files/brill.nl/specific/downloads/35734-Preview_SOI.pdf.
Dinata,
Arda. Idealisme dan Kreativitas, Kunci
Pribadi Sukses. http://www.kompasiana.com/ardadinata/idealisme-dan-kreativitas-kunci-pribadi-sukses_550037afa3331153735101fb
Fox,
Jonathan. “The Rise of Religious Nationalism and Conflict: Ethnic Conflict and
Revolutionary Wars, 1945-2001.” Journal of Peace Research 6 (2004): 715,
http://www.jstor.org/stable/4149714
.
Friendland,
Roger. “Money, Sex, and God: The Erotic Logic of Religious Nationalism.” Sociological
Theory 3 (2002): 383, http://www.jstor.org/stable/3108617.
Mashhur,
Mustafa. Min Fiqh al-Da‘wah, diterjamahkan oleh Abu Ridho. dkk. dengan
judul Fiqh Dakwah. Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat, 2008.
Muhammad Isya. Solusi Menumbuhkan
Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia Perspektif Mustafa Masyhur. http://muhammadisya92.blogspot.co.id/2015/10/solusi-menumbuhkan-semangat.html
Munamah.
Aktivitas Keagamaan Sebagai Solusi Kenakalan Remaja di Sekolah. (Tangerang
Selatan: YPM, 2013).
Tim
BIP. Materi Tarbiyah Edisi Lengkap. Solo: Bina Insani Press, 2010.
Wahyuliani, Sri. Menumbuhkan
Kembali Semangat Nasionalisme Pemuda Indonesia. https://belanegarari.com/2011/12/29/menumbuhkan-kembali-semangat-nasionalisme-pemuda-indonesia/