Nikah berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi). Kegiatan nikah ini, orang mengenalnya dengan pernikahan/perkawinan. Lebih jauh dari itu, pernikahan merupakan ikatan ilahiyah. Sebuah ikatan yang mampu menyatakan dua insan dalam kecintaan, kebahagiaan, dan kasih sayang.
A. Pernikahan dan Ketentraman
Pernikahan itu sendiri akan memberikan ketentraman. Allah
SWT berfiman, yang artinya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir.” (QS. Ar Ruum: 21).
Fasilitas ketentraman itu, akan Allah berikan terhadap
setiap manusia yang telah melakukan pernikahan sesuai dengan ketentuan-Nya.
Oleh karena itu, keadaan ini harus selalu dijaga dan dipelihara. Mengapa harus
dijaga dan dipelihara?
Alasan yang mendasarinya tidak lain adalah karena orang
yang telah menikah tidak semuanya (segera) mendapatkan fasilitas tersebut,
disebabkan mereka tidak mampu memaksimalkan potensi akal-pikiran dalam
membangun tatanan keluarganya. Kadangkala sebuah pernikahan bukannya menjadi
tentram, melainkan yang terjadi berupa hubungan suami-istri hanya sekedar
rutinitas. Tidak lagi mampu menambah makna hidup, justru sebaliknya terasa
hambar dan hampa. Hal ini biasanya merupakan masa-masa kritis yang kemungkinan
besar terjadi pada tiga tahun pertama sebuah pernikahan, bila dibandingkan
dengan tahun-tahun setelahnya.
Kondisi seperti itu, jelas-jelas dilakukan oleh mereka
yang tidak memahami adanya aritmetika pernikahan. Menurut Dra. Psi. Erry
Soekresno –psikolog yang senang humor ini--, menyebutkan bahwa tugas utama yang
penting dilakukan pada tiga tahun pertama pernikahan itu adalah mencapai titik KITA
(WE point). Tentu setelah suami-istri itu sama-sama saling menyesuaikan
diri (baca: belajar bernegoisasi).
Dalam istilah lain, WE point ini merupakan
aritmetika pernikahan. Yakni satu tambah satu hasilnya bukanlah dua tapi tiga,
yaitu saya, kamu, dan KITA. Untuk mencapai derajat itu, jelas perlu
waktu dan usaha. Di sinilah, aktivitas akal memiliki peranan yang menentukan. (Bersambung besok).