Baca Juga
Bendera terbaik adalah yang berkibar di hati—karena di sana tidak ada angin topan politik yang bisa merobeknya. (Sumber foto: Arda Dinata).
Oleh: Arda Dinata
INSPIRASI - "Berkibar tanpa angin itu namanya sedang terbang. Berkibar dengan angin kencang itu namanya sedang panik."
JAKARTA - Berdasarkan survei terbaru Institut Kebanggaan Nasional yang sangat kredibel (karena dibuat di warung kopi), 87% rakyat Indonesia mengaku merinding saat mendengar lagu Indonesia Raya. Namun ketika ditanya kenapa merinding, 73% menjawab karena AC ruangan terlalu dingin, 15% karena ingat tagihan listrik, dan sisanya karena benar-benar terharu—walau mereka tidak tahu harus terharu kenapa.
Agustus telah tiba lagi dengan segala kemegahan bendera merah putihnya. Di setiap sudut jalan, bendera berkibar dengan gagah—atau setidaknya berusaha berkibar meski anginnya ogah-ogahan. Seperti semangat nasionalisme kita yang kadang berkibar penuh, kadang lemas seperti daun layu di musim kemarau panjang.
Berkibar Beneran
Pak Budi, pedagang cilok di Jalan Sudirman, bercerita dengan bangga: "Saya pasang bendera setiap tahun, Mas. Bukan karena takut razia RT, tapi karena benar-benar cinta Indonesia. Buktinya, bendera saya yang paling besar se-gang!"
"Tapi Pak, itu kan bendera Manchester United..."
"Eh iya ya? Pantas saja warnanya agak beda. Tapi kan sama-sama merah putih!"
Inilah potret cinta tanah air generasi milenial: passionate tapi sedikit bingung arah. Seperti GPS yang signal-nya lemah—tahu mau ke mana, tapi jalannya ngawur.
Seorang ibu rumah tangga di Bekasi, Bu Siti, mengaku sudah mengganti bendera plastik di rumahnya tiga kali dalam sebulan. "Yang pertama dimakan kambing tetangga, yang kedua diterbangkan angin, yang ketiga hilang entah ke mana. Sepertinya bendera saya alergi sama rumah saya," ujarnya sambil tertawa getir.
Filosofi Berkibar
Ada filosofi mendalam di balik berkibarnya bendera. Kata filsuf dadakan asal Cipayung, "Bendera itu seperti harapan—kalau tidak ada angin, ya diam saja. Kalau ada angin kencang, malah robek." Profound sekali.
Bendera merah putih sebenarnya mengajarkan kita tentang keseimbangan hidup. Merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian. Tapi dalam praktiknya, merah sering jadi lambang macet di jalan raya, putih jadi lambang bendera menyerah saat stuck di kemacetan tersebut.
Kesunyian Agustus
Di tengah hiruk pikuk perayaan kemerdekaan, ada kesunyian yang menyelinap. Kesunyian jiwa yang bertanya: sudahkah kita benar-benar merdeka? Merdeka dari kemunafikan, dari ego yang menggelembung seperti balon udara penjual cilok, dari kesombongan yang lebih tinggi dari tiang bendera?
Mungkin kemerdekaan sejati bukan tentang seberapa gagah bendera berkibar, tapi seberapa dalam kita memahami makna berkibar itu sendiri. Berkibar bukan hanya soal angin, tapi soal kemauan untuk tetap tegak meski badai menghadang.
Setengah Tiang
Ada tradisi menurunkan bendera setengah tiang saat berkabung. Tapi pernahkah kita merenungkan bahwa hati kita sering kali juga bendera setengah tiang? Setengah cinta tanah air, setengah cinta diri sendiri. Setengah peduli sesama, setengah sibuk dengan gadget.
Barangkali inilah saatnya kita merefleksi: apakah bendera di hati kita sudah berkibar penuh, atau masih setengah tiang karena kesunyian jiwa yang belum terobati?
Seorang pak tua penjual bendera di Pasar Senen berkata bijak: "Bendera paling bagus itu yang berkibar di hati, Nak. Soalnya kalau di hati, tidak akan luntur dimakan hujan, tidak akan robek dimakan angin, dan pasti original—bukan made in China."
Mari kita pastikan bendera di hati kita berkibar penuh di Agustus ini. Bukan karena terpaksa, bukan karena ikut-ikutan, tapi karena benar-benar memahami arti merdeka: bebas dari kepicikan diri, dari kekerasan hati, dan dari kesunyian jiwa yang membuat kita lupa bahwa kita adalah bagian dari merah putih yang sama.
"Bendera terbaik adalah yang berkibar di hati—karena di sana tidak ada angin topan politik yang bisa merobeknya."
Penulis adalah Pendiri Majelis Inspirasi Al-Quran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
Baca tulisan Arda Dinata lainnya di sini: https://blog.ardadinata.com
Tagar: #ArdaDinata #PenulisKolom #BenderaHati #KemerdekaanJiwa #AgustusRefleksi #IndonesiaMerdeka #FilosofiKehidupan
Baca Juga
Jangan ragu untuk memberikan komentar di bawah ini dan mengikuti kami di saluran WhatsApp "ProduktifMenulis.com (Group)" dengan klik link ini: WhatsApp ProduktifMenulis.com (Group) untuk mendapatkan info terbaru dari website ini.
Arda Dinata adalah Penulis di Berbagai Media Online dan Penulis Buku, Aktivitas Kesehariannya Membaca dan Menulis, Tinggal di Pangandaran - Jawa Barat.