Menggapai Keharmonisan Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia
Oleh Arda Dinata
ALIRAN gelora pemuda itu begitu atraktif. Pancarannya melukiskan aneka warna gejolak perilaku dalam hidup kesehariannya. Ada yang positif dan tidak sedikit yang mengarah pada perilaku yang negatif. Lebih-lebih dalam benturan gelombang era globalisasi dewasa ini.
Bagaikan dua mata uang, ada pemuda yang menorehkan prestasi dan
mengharumkan nama bangsanya. Sebaliknya, ada pemuda yang dililit dalam
persoalan negatif yang merusak diri sendiri dan martabat bangsanya, seperti
tawuran, seks bebas, dan penyalahgunaan narkoba. Begitu pun kecintaan pada
produk dalam negeri mulai hilang dengan semakin banyaknya godaan produk asing
yang membanjiri Indonesia. Membeli produk luar negeri mereka anggap kebanggaan.
Demam westernisasi itu telah menyulap pemuda negeri ini menjadi lupa
akan jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia yang masih memegang teguh budaya
timur. Pada tataran yang lebih dalam, munculnya sikap individualisme menumbuhkan
rasa ketidakpedulian antar sesama warga. Dampaknya banyak orang tidak peduli
dengan kehidupan berbangsa (baca: nasionalisme).
Gambaran nasionalisme saat ini berada di titik nadir. Aneka kebijakan
seolah-olah berkiblat pada neoliberalisme, sehingga kesejahteraan rakyat jauh
dari cita- cita pendiri bangsa. Parahnya lagi, moralitas Indonesia mencapai
titik kulminasi terendah dengan adanya praktek korupsi yang sedikit banyak
telah mengajarkan pada anak bangsa (pemuda) Indonesia.
Menyikapi fenomena tersebut, ada aliran pertanyaan yang
melayang-layang, yaitu perlu adanya solusi bijak bagaimana menggugah
keharmonisan rasa nasionalisme religius dalam diri pribadi pemuda Indonesia?
Bersambung ke: ==> Kedewasaan
Pemuda