ORANG bijak mengungkapkan, keberadaan laut memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi, struktur kimia atmosfer, sumber bahan pangan dan mineral, media angkutan, pelayaran, keamanan serta merupakan kawasan wisata yang sangat indah. Dalam bahasa Prawiroatmodjo (1997), disebutkan bahwa laut juga menjadi sumber energi, penyedia air tawar dan bahan baku obat-obatan akan terus-menerus memberikan manfaat yang sangat berarti sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta ketika sumber daya di daratan menjadi semakin langka.
Apalagi adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi dan diikuti besarnya peningkatan kebutuhan hidupnya, maka kegiatan eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam, baik pada daerah hulu, pesisir pantai maupun laut mau tidak mau tidak dapat dihindari lagi. Dampak dari adanya kegiatan itu akan menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan laut.
Sebenarnya, secara alami laut itu mampu menetralisir bahan pencemar yang masuk. Artinya, ia memiliki daya asimilasi untuk memroses dan mendaur ulang bahan-bahan pencemar yang masuk. Namun, dengan semakin tingginya konsentrasi akumulasi bahan pencemar ke dalam perairan laut sehingga berakibat daya asimilatif laut sebagai gudang sampah menjadi menurun dan menimbulkan masalah lingkungan. Kondisi inilah yang sedang ditanggung oleh lautan di wilayah Pantura.
Tanpa dipungkiri, dampak adanya pencemaran laut itu akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia, organisme lain dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu, tugas kita harus mampu mewaspadai segala sumber pencemar laut dengan cara mengendalikannya. Jadi, di sinilah pentingnya memiliki pengetahuan tentang pencemaran laut dan aspek-aspek terkait didalamnya.
Pencemaran Laut
Laut merupakan tempat bermuaranya aliran-aliaran sungai yang membawa berbagai jenis sampah dan bahan pencemar dari daratan. Laut juga merupakan tempat pembuangan langsung sampah atau limbah dari berbagai aktifitas manusia dengan cara yang murah dan mudah. Dengan demikian maka di laut akan dijumpai berbagai jenis sampah dan bahan pencemar.
Dengan demikian pencemaran laut dapat diartikan sebagai masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi.
Ada beberapa faktor pemicu terkait proses masuknya bahan pencemar ke dalam perairan laut dan kemudian dialirkan melalui tingkat-tingkat tropik yang terdapat pada lingkungan tersebut. Pertama, disebarkan melalui adukan/turbulensi, dan arus laut. Kedua, dipekatkan melalui proses biologi dengan cara diserap oleh ikan, plankton nabati atau ganggang, dan melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara absorbsi, pengendapan dan pertukaran ion. Bahan pencemar ini akhirnya akan mengendap di dasar laut. Dan ketiga, terbawa langsung oleh arus dan biota laut (ikan).
Terkait dengan sumber pencemaran, Dahuri & Damar (1994), menyatakan bahwa bila ditinjau dari daya urainya maka bahan pencemar pada perairan laut dapat dibagi atas dua jenis.
1. Senyawa-senyawa konservatif, yang merupakan senyawa-senyawa yang dapat bertahan lama di dalam suatu badan perairan sebelum akhirnya mengendap ataupun terabsorbsi oleh adanya berbagai reaksi fisik dan kimia perairan (logam-logam berat, pestisisda, deterjen, dll).
2. Senyawa-senyawa non konservatif, yang merupakan senyawa yang mudah terurai dan berubah bentuk di dalam suatu badan perairan (senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang mudah terlarut menjadi zat-zat anorganik oleh mikroba).
Lebih lanjut Dahuri dan Damar (1994) mengatakan bahwa sumber bahan pencemar perairan laut dapat dibagi atas dua jenis. Pertma, point sources. Yaitu sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan pasti keberadaannya. Misalnya, pencemar yang bersumber dari hasil buangan pabrik atau industri. Kedua, non point sources. Yaitu sumber pencemar yang tidak dapat diketahui secara pasti keberadaannya. Contohnya, buangan rumah tangga, limbah pertanian, sedimentasi serta bahan pencemar lain yang sulit dilacak sumbernya.
Dampak Pencemaran
Secara umum dampak pencemaran laut dapat berpengaruh terhadap organisme laut, ekosistem laut, manusia, dan kegiatan pariwisata dan industri. Berikut ini beberapa dampak dari beberapa jenis bahan pencemar yang sering menyebabkan terjadinya pencemaran di laut.
Pertama, dampak dari buangan/tumpahan minyak. Pengaruh spesifik dari peristiwa tumpahan minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai tergantung pada jumlah minyak yang tumpah, lokasi kejadian dan waktu kejadian (Neff, 1996). Buangan dan tumpahan minyak bumi akibat kegiatan penambangan dan pengangkutan dapat menimbulkan pencemaran laut yang lebih luas karena terbawa arus dan gelombang laut.
Pengaruh buangan/tumpahan minyak terhadap ekosistem perairan laut adalah dapat menurunkan kualitas air laut secara fisik, kimia dan biologis. Secara fisik dengan adanya tumpahan/buangan minyak maka permukaan air laut akan tertutup oleh minyak. Secara kimia, karena minyak bumi tergolong senyawa aromatik hidrokarbon maka dapat bersifat racun. Sedangkan secara biologi adanya buangan atau tumpahan minyak dapat mempengaruhi kehidupan organisme laut.
Tumpahan minyak bumi pada perairan laut akan membentuk lapisan filem pada permukaan laut, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh sedimen-sedimen yang berada di dasar perairan laut. Minyak yang membentuk lapisan filem pada permukaan laut akan menyebabkan terganggunya proses fotosintesa dan respirasi organisme laut. Sementara minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi epitelial insang ikan sehingga mengganggu proses respirasi. Sedangkan minyak yang terabsorbsi oleh sedimen di dasar perairan akan menutupi lapisan atas sedimen tersebut sehingga akan mematikan organisme penghuni dasar laut dan juga meracuni daerah pemijahan.
Kedua, dampak dari limbah domestik dan pertanian. Limbah domestik berupa limbah rumah tangga dan kotoran manusia yang terbuang ke perairan apabila melebihi kemampuan asimilasi perairan sungai dan terbawa ke laut dapat mencemari perairan dan menimbulkan penyuburan berlebihan (eutrofikasi). Gejala ini akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut akibat meledaknya populasi organisme tertentu sehingga dapat menimbulkan kematian beberapa organisme perairan.
Nybakken (1992) mengemukakan bahwa pada kondisi perairan yang mengalami “eutrofikasi”, organisme makro-zoobenthos yang menjadi indikator lingkungan jarang sekali ditemukan. Sedangkan kadar NH3 perairan meningkat dan pH-nya menjadi rendah (asam). Keadaan ini menunjukan kondisi perairan yang tidak stabil dimana terjadi penurunan kualitas perairan sehingga organisme laut akan mati atau tidak dapat melangsungkan aktifitas hidupnya untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Sedangkan limbah pertanian selain dapat menimbulkan eutropikasi yang disebabkan akumulasi bahan-bahan organik sisa tumbuhan yang membusuk, akumulasi residu dari pestisida terutama bahan kimia beracun chlorine dan organo-chlorine juga dapat menimbulkan keracunan bagi organisme perairan yang pada akhirnya akan membawa kematian. Keadaan ini tidak hanya mengancam kehidupan organisme yang hidup di habitat yang terkena kontaminasi bahan beracun saja, tetapi dapat mengancam kehidupan organisme lain yang secara ekologis mempunyai kaitan erat dengan organisme tersebut melalui aliran rantai makanan.
Ketiga, dampak dari limbah industri. Dengan terdapatnya berbagai jenis kegiatan industri beserta produknya, maka limbah yang terbentukpun akan bervariasi sesuai dengan jenis industri dan bahan baku yang digunakan.
Sebagai contoh, adanya logam Pb (timbal) dan Hg (merkuri) yang merupakan jenis bahan pencemar di laut, selain dapat menurunkan kualitas dan produktivitas perairan laut, juga dapat menimbulkan keracunan, karena unsur Hg dan Pb merupakan unsur logam berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia apabila terakumulasi pada organisme perairan yang dimakan manusia.
Limbah industri lainnya yang umumnya terbuang ke badan sungai dan dialirkan ke laut atau yang langsung terbuang ke laut akan terakumulasi. Dalam jumlah tertentu yang melebihi kapasitas daya asimilatif perairan, bahan pencemar ini akan menjadi sludge yang menimbulkan bau busuk. Kandungan kimia sludge dapat menurunkan DO dan BOD serta meningkatkan COD. Untuk itu limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke laut melalui badan sungai.
Cara Penanggulangan
Untuk menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah, hal ini disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata. Meskipun demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran laut, antara lain: dengan cara membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan pencemar di tempat yang aman, dan daur ulang limbah.
Selain itu, mengingat demikian luas laut kita maka salah satu cara penanggulangan pencemaran di laut adalah dengan upaya pencegahan. Langkah ini, tentu lebih mudah dan murah dibandingkan dengan upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan laut yang telah tercemar.
Terkait dengan itu, agar dapat dilakukan pencegahan pencemaran laut sedini mungkin, perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan adalah pengukuran berdasarkan waktu, atau pengulangan pengukuran, atau pengukuran berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Sedangkan Pemantauan lingkungan laut dapat diartikan sebagai pengulangan pengukuran pada komponen atau parameter lingkungan laut untuk mengetahui adanya perubahan lingkungan akibat pengaruh dari luar.
Pelaksanaan pemantauan lingkungan dapat meliputi segi-segi hukum, kelembagaan dan pembuatan keputusan dari masalah-masalah pencemaran lingkungan. Dengan demikian dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan laut haruslah dimiliki suatu sistem yang dikenal dengan istilah sistem pemantauan lingkungan laut. Pemantauan laut sering dilakukan untuk berbagai tujuan. Meskipun demikian, umumnya pemantauan ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan informasi tentang empat kategori.
Pertama, kepatuhan (compliance). Untuk memastikan bahwa kegiatan (industri dan sebagainya) benar-benar telah dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan persyaratan-persyaratan izin yang ditentukan.
Kedua, verifikasi model. Yaitu untuk memeriksa berlakunya anggapan-anggapan dan ramalan-ramalan yang digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi alternatif-alternatif pengelolaan.
Ketiga, pemantauan perubahan, yaitu untuk mengidentifikasi dan kuantifikasi perubahan lingkungan laut jangka panjang yang diharapkan atau dihipotesiskan sebagai akibat yang mungkin timbul oleh kegiatan manusia.
Keempat, penerapan baku mutu pengendalian pencemaran laut, yang khususnya dilakukan dalam pelaksanaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan ANDAL (Analisis Dampak Linkungan) sebagai upaya pengelolaan lingkungan.
Selain kegiatan pemantaun lingkungan laut tersebut, ada beberapa tindakan nyata yang dapat dilakukan agar pencemaran dan kerusakan ekosistem laut dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin.
1. Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan mencegah semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut. 2. Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik penangkapan biota, eksploitasi sumberdaya pasir dan batu, pengurukan dan pengerukan perairan, penanggulan pantai, pemanfaatan dan penataan ruang kawasan pesisir, konflik, dan pembuangan limbah.
3. Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya dukung, kepekaan dan kelentingan pesisir, teknik penangkapan, budidaya dan sebagainya yang berwawasan lingkungan laut kepada pemuka masyarakat. 4. Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada kawasan ekosistem laut (karang, mangrove, lagun, dan rumput laut), biota, kualitas perairan dan sebagainya.
5. Melakukan kegiatan pengembangan yang meliputi budidaya, penelitian, pendidikan dan pembuatan buku-buku pedoman dan Perda yang dijabarkan dari UU lingkungan hidup terkait lingkungan laut. 6. Melakukan kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan masyarakat berupa penerapan peraturan-peraturan dan sanksi hukum yang terkait dengan pencemaran lingkungan laut.
Akhirnya, sesungguhnya kualitas lingkungan laut itu sangat berhubungan erat dengan kualitas manusia. Bukankah manusia itu dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya, kekuasaan ini seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas lingkungan laut menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya laut yang tidak mempertimbangkan kehidupan generasi saat ini dan akan datang harus segera dihindari sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita ekosistem laut yang rusak.***
Arda Dinata
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya Bandung.