Menulis secara "Selfish"
Oleh Hernowo Hasim
Setelah selama tujuh kali pertemuan di kelas saya mengajarkan dan melatihkan membaca ngemil, memasuki kuliah kedelapan dan seterusnya (di Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra) saya akan mengajarkan dan melatihkan menulis secara "selfish". Padanan kata "selfish" yang mudah sekali diingat adalah egois. "Selfish" memang berarti sangat mementingkan diri sendiri. Ketika seseorang sedang menulis secara "selfish", dia diharapkan benar-benar sangat menggunggulkan dan memedulikan dirinya.
Praktik menulis secara "selfish" yang paling mudah adalah dengan menggunakan kata ganti orang pertama ketika membuat sebuah kalimat. Contoh: "Aku (atau Saya) baru saja membaca buku karya Covey." Tujuan menulis secara "selfish" adalah agar seorang penulis terbiasa untuk menulis dengan menggunakan pikiran orisinalnya. Pikiran orisinal merupakan lawan dari pikiran "copy paste".
Kita semua sudah sangat memahami bahwa fasilitas "copy paste"—khususnya yang tersedia di perangkat komputer—telah memudahkan para mahasiswa untuk menulis karya ilmiah. "Berdasarkan survei, apabila pada awal dasawarsa ini presentase yang menganggap mengopi dari web merupakan 'penyontekan serius' adalah 34 persen, kini angka tersebut sudah menurun jadi 29 persen," tulis Ninok Leksono.
Ninok, wartawan senior Kompas, yang menulis artikel sangat bagus dengan judul "Apakah 'Copy-and-Paste' Musuh Berpikir" (lihat Kompas edisi Rabu, 4 Agustus 2010), kemudian melanjutkan, "Pada zaman online, 'Semua bisa jadi milik Anda, dengan mudah,' ujar Sarah Brookover, mahasiswa senior di Rutgers University. Ia membandingkan itu dengan zaman perpustakaan yang penuh dengan rak buku.
"Dengan menyusuri rak-rak buku, dan mencari buku yang diperlukan, mahasiswa bisa lebih menyadari bahwa apa yang ada di buku tadi 'bukan miliknya'." Ketika seorang mahasiswa mengambil materi untuk karya ilmiahnya dari Wikipedia, ia bisa berkilah bahwa entri yang ia ambil tidak bernama dan ditulis secara kolektif, dan oleh karena itu, ia berpandangan tidak perlu dikredit.
Zaman memang telah berubah. Informasi ada di mana-mana. Fasilitas "copy paste" telah memudahkan seorang mahasiswa untuk menulis karya ilmiah. Namun, "copy paste" juga memberikan dampak buruk yang tidak kecil. "Melonggarkan aturan tentang plagiarisme hanya akan menciptakan insan-insan malas, yang hanya akan puas dengan karya yang sudah terbit sebelumnya," tulis Ninok di akhir artikelnya.
Oleh karena itu, saya memberikan materi penulisan secara "selfish" untuk membantu menyadarkan para mahasiswa bahwa dirinya unik. Kebiasaan melakukan "copy paste" akan membahayakan diri mereka. Menurut Ninok, plagiarisme—ditandai dengan aktivitas mencomot, meramu, dan menjodoh-jodohkan—tak akan menghasilkan kreativitas. Plagiarisme membunuh keunikan dan kreativitas.
Saya sangat memahami hal penting ini: Menulis dengan menggunakan pikiran sendiri memang tak mudah. Menulis seperti ini akan tampak berantakan dan kopong (hampa makna) pada awalnya. Selain membuat si penulis tidak percaya diri, menulis dengan pikiran sendiri akan sering membuat seseorang mengalami frustrasi berkepanjangan—karena sulitnya. Saya pun mengganti menulis dengan pikiran sendiri itu dengan menulis secara "selfish". Menulisnya pun di ruang privat.
Ruang privat sangat berbeda dengan ruang publik untuk menulis—sebagai contoh adalah ruang menulis di media sosial. Ruang privat tidak dapat digunakan untuk pamer tulisan. Menulis di ruang privat adalah menulis untuk diri sendiri (MUDS). Biasanya, saya sangat menganjurkan agar sehabis menulis di ruang privat, si penulis kemudian melanjutkan dengan reading aloud (membaca lantang) tulisannya sendiri.
Untuk apa membaca lantang? Untuk merasakan apakah irama tulisannya enak didengarkan atau tidak. Kemudian, dengan membaca lantang, dia juga dapat mendeteksi apakah dia paham dengan apa yang ditulisnya atau tidak. Membaca lantang akan membantu seorang penulis menata dan menyusun tulisannya sehingga tulisan tersebut dapat bersuara nyaring dan enak dibaca (didengarkan).
Menulis secara "selfish" memang sebuah cara untuk melatih diri yang unik dalam membangun kepercayaan diri, merumuskan merek atau brand (gagasan), dan menjauhi tindak copy paste.[]
*Dari group rumpi Penulis Profesional Indonesia (Penpro).