KERACUNAN makanan
dapat terjadi kapan saja, termasuk pasca puasa Ramadan sering kali terjadi
kasus keracunan makanan akibat tidak bisa mengontrol kualitas makanan yang akan
dikonsumsi.
Secara umum keracunan makanan dapat terjadi
apabila di dalam makanan terdapat racun (toksin), baik kimiawi maupun
intoksikasi. Sumbernya beragam. Bisa dari racun jaringan tanaman, racun
jaringan hewan, dan racun dari mikroorganisme. Jelasnya, keracunan makanan
dapat disebabkan oleh adanya racun dari mikroorganisme yang mengontaminasi
makanan, racun alamiah yang terdapat dalam jaringan hewan atau tanaman, dan
dari bahan kimia beracun yang terdapat dalam makanan.
Berikut ini adalah beberapa bakteri yang
menyebabkan terjadinya keracunan makanan dan minuman. Pertama, Clostridium
botulinum. Bakteri ini bertanggung jawab pada timbulnya keracunan makanan
yang sering disebut botulism (botulin). Racun bakteri ini sangat
berbahaya dan berakibat fatal bila terkonsumsi manusia. Sebagai gambaran, hanya
dengan satu sendok teh (sekira 4 gram) racun botulin murni dapat menyebabkan
kematian bagi 400.000-500.000 orang (Cichy, 1984). Dikatakan berakibat fatal
karena kandungan toksinnya dapat menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot tak
sadar.
Bakteri Clostridium botulinum merupakan
bakteri yang berbentuk batang. Bakteri ini juga dapat membentuk spora dan ia
sangat tahan terhadap panas. Bakteri ini tersebar luas dalam tanah, air yang
terkontaminasi, debu, buah-buhan, sayuran, madu, dan lainnya. Perkembangbiakan
bakteri ini sangat pesat pada suhu sedang (kondisi anaerob), seperti pada
makanan kaleng yang proses pemanasannya tidak memadai. Bahayanya lagi, pada
kondisi kedap udara, bakteri ini dapat membentuk gas.
Adapun gelaja-gejala awal keracunan bakteri Clostridium
botulinum adalah gangguan pencernaan akut, mual, muntah, diare, demam,
pusing, mulut terasa kering, lemah fisik dan mental (falig). Kondisi ini
bisa berlanjut berupa pandangan menjadi kabur, sulit menelan dan berbicara,
kelumpuhan otot yang kemudian menyebar pada sistem pernapasan dan jantung,
serta bisa menyebabkan kematian akibat kesulitan bernapas. Waktu inkubasinya
antara 2 jam sampai 14 hari, dan umumnya antara 12-36 jam.
Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium
botulinum, bisa dilakukan dengan penambahan garam pada makanan sebesar 8
persen. Atau bisa juga dengan penyimpanan makanan pada suhu rendah. Selain itu,
produksi toksin dan pertumbuhan bakteri ini dapat terhambat bila pH makanan
lebih rendah dari 4,5. Selanjutnya, meskipun bakteri ini tahan panas, tetapi
toksin yang dihasilkannya akan rusak selama proses pemanasan. Artinya, proses
pemanasan makanan sebelum dikonsumsi merupakan tindakan pencegahan utama
terhadap keracunan botulism.
Kedua, Pseudomonas cocovenenans. Bakteri
ini sering mengontaminasi proses fermentasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek
adalah jenis makanan tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dasar ampas
kelapa dan difermentasi oleh jamur tempe (Rhizopus oligosporus). Bakteri
Pseudomonas ini dapat menghasilkan dua jenis racun yang mematikan
manusia, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Bagi mereka yang ‘mengonsumsi’
toksin pada dosis tinggi dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari
empat hari setelah mengonsumsi racun tersebut.
Pertumbuhan Pseudomonas sebenarnya dapat
dihambat, yaitu dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi sampai
5,5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan pun masih tetap dapat tumbuh
dengan baik, sedangkan bakterinya akan terhambat.
Ketiga, Staphylococcus aureus. Bakteri ini
banyak ditemukan pada tubuh manusia, seperti di ingus, dahak, tangan, kulit,
luka terinfeksi, bisul dan jerawat, serta pada feses dan rambut. Lebih jauh,
keberadaan bakteri ini, justru diperkirakan terdapat pada 20 persen orang
dengan kondisi kesehatan yang tampaknya baik.
Sementara itu, makanan dapat terkontaminasi
bakteri Staphylococcus ini adalah setelah proses pemasakan, dari pekerja
yang terinfeksi. Adapun jenis makanan yang dapat menjadi sumber infeksi adalah
makanan hasil olahan daging/unggas, ham, krim, susu, keju, saus, kentang, ikan
dan telur masak, serta makanan dengan kandungaan protein yang tinggi lainnya.
Secara umum, bakteri ini tidak tahan panas. Namun,
racun yang dihasilkannya sangat tahan panas, sehingga tidak dapat dihancurkan
dengan pemanasan yang biasa digunakan pada pemasakan. Bahayanya, racun tersebut
biasanya tidak menyebabkan perubahan tekstur, warna, bau, kenampakan, ataupun
perubahan rasa makanan, sehingga tidak dapat terlihat secara fisik. Kondisi
seperti inilah yang sering kali mengecohkan konsumen.
Adapun gejala-gejala yang ditimbulkan dari
keracunan Staphylococcus aureus yaitu kejang perut, mual, muntah,
pusing, diare berdarah dan mengandung lendir, kejang otot, berkeringat dingin,
lemas, nafas pendek, dan suhu tubuh dibawah normal. Gejala keracunan ini akan
hilang setelah 1 atau 2 hari, dan jarang menyebabkan kematian. Sementara itu,
keracunan jenis ini dapat dicegah dengan melakukan tiga prinsip, yaitu
menghindari kontaminasi makanan oleh Staphylococcus, menghambat
pertumbuhannya, dan membunuh bakteri tersebut dalam makanan.
Keempat, Bacillus cereus. Beberapa starin
dari bakteri ini, ternyata mampu menghasilkan toksin dalam makanan. Keberadaan
racun ini menimbulkan keracunan dengan gejala pusing-pusing, sakit perut,
muntah-muntah, dan diare. Waktu inkubasinya pendek (15 menit-16 jam setelah
mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini). Gejala ini akan
menghilang dalam waktu satu hari atau kurang. Keberadaan bakteri Bacillus ini
banyak terdapat dalam tanah, debu, biji-bijian, dan sayuran. Sementara itu,
produk makanan yang sering terkontaminasi adalah produk daging, sayuran, nasi,
dan nasi goreng.
Di sini, yang patut diperhatikan adalah karena
bakteri ini mampu membentuk spora tahan panas, maka pencegahan keracunannya
yaitu dengan mengonsumsi makanan sesegera mungkin setelah dimasak. Hal ini
dimungkinkan karena bakterinya belum sempat membentuk racun. Dan bila karena
sesuatu hal dilakukan penundaan antara proses pemasakan dan konsumsi, maka
sebaiknya makanan disimpan pada suhu rendah (kurang dari 70C) atau
pada suhu di atas 710C.
Tips pencegahan
Berikut ini beberapa tips singkat untuk mencegah
keracunan makanan di rumah:
1. Masaklah segera hingga matang daging, telur, dan makanan laut.2. Usahakan makanan tetap panas atau dingin.3. Bila ada makanan sisa, segera masukkan dalam lemari pendingin dan jangan campur adukkan makanan sisa tersebut.4. Aturlah lemari pendingin Anda. Jangan campurkan daging mentah dengan makanan lain.5. Simpan daging, makanan segar, telur, pada lemari pendingin.6. Selalu sikat sayur-mayur dengan sikat untuk sayuran atau dengan tangan, meskipun sayuran tersebut bertanda organik.7. Mencuci tangan sebelum makan merupakan suatu keharusan.8. Sediakan dua papan alas potong/talenan di dapur.
Akhirnya, bila keracunan tetap terjadi menimpa
Anda dan anggota keluarga, maka segera hubungi dokter yang terdekat.
(Arda Dinata, praktisi kesehatan dan anggota Himpunan Ahli
Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI).***