Virus N’Ach Penyelamat Bangsa Indonesia
Oleh: ARDA DINATA
Bangsa Indonesia ini sungguh kasihan. Walaupun kekayaan alamnya melimpah, tapi kondisi rakyatnya masih tetap dikukung dengan berbagai permasalahan hidup. Adanya masalah ini, sebenarnya merupakan suatu kewajaran dalam hidup. Di sini, titik permasalahannya terletak pada sikap kita dalam menyikapi setiap permasalahan tersebut.
Belakangan ini, reaksi masyarakat terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL) dan tarif telepon terus berlangsung. Sehingga setiap kalangan, hendaknya mampu menyikapinya dengan hati yang bersih, demi penyelamatan bangsa Indonesia.
Kunci keselamatan bangsa ini, tentu terletak pada pundak para penghuni bangsa itu sendiri. Dalam mencermati kondisi keterpurukan bangsa dewasa ini, kelihatannya ada sesuatu yang belum dimiliki oleh sebagian komponen masyarakat Indonesia. Yakni keberadaan virus N’Ach dalam tubuh masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya para pemimpin bangsa.
Virus N’Ach merupakan virus yang tidak membahayakan manusia, tapi justru dialah sebagai “penyelamat” eksistensi kekhalifahannya di muka bumi. Virus N’Ach ialah kepanjangan dari Need for Achievement. Yakni virus kebutuhan dasar berprestasi bagi tiap manusia.
Seandainya masyarakat dan pemimpin negeri ini telah memiliki virus N’Ach, tentu keperpurukan model apapun akan disikapinya secara bijaksana dan benar. Untuk itu, setiap kita harus belajar dari model viris N’Ach. Keberadaan virus ini, akan mampu mengkondisikan manusia selalu dalam keadaan kreatif. Dampaknya sungguh luar biasa, manusia model ini mampu berpikir benar (baca: berpikir dengan otak kiri dan kanan).
Keberhasilan atas penyebaran virus N’Ach ini, paling tidak pernah dibuktikan secara gemilang oleh Dr. David McClelland di Kakinada, India. Sementara itu, seperti dikutip Supardi (2001), pertumbuhan ekonomi di Amerika pada beberapa periode tertentu ternyata juga terkait langsung dengan peredaran buku-buku “perangsang prestasi.” Semakin sedikit suatu penggal jaman memproduksi buku ber-virus N’Ach tersebut, semakin menurun tingkat pertumbuhan ekonominya (baca: Masyarakat Berprestasi; David McClelland).
Lebih jauh diungkapkan, hasil observasinya inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi model “perangsang prestasi,” dipraktikan di Kakinada, India. David membagi sekelompok masyarakat yang “terbelakang” menjadi dua demplot. Melalui “Virus N’Ach” yang dirancang sedemikian rupa, David berhasil membuktikan bahwa pada kelompok yang “divirus,” belakangan, ternyata berhasil menunjukkan peningkatan pertumbuhan usaha yang spektakuler dibanding dengan yang “dibiarkan” tidak divirus N’Ach. Ini artinya, mengembangkan “prestasi kelompok” itu sangat mungkin.
Secara demikian, bagi bangsa Indonesia pemberian virus N’Ach adalah merupakan sesuatu yang harus segera diberikan, dibangun dan dikembangkan. Orang yang telah diberi virus N’Ach ini, dengan kata lain dinamakan sebagai seorang achiever.
Ciri achiever
Tingkah laku dan sikap seorang achiever itu akan mencerminkan dirinya sebagai bagian dari pemecah masalah; memandang sesuatu yang rumit menjadi sederhana; mampu memotivasi; adanya kendala menjadi peluang; sesuatu itu sulit, tapi mungkin; dan bangkit dari setiap kegagalan.
Untuk mencapai pribadi seorang achiever diperlukan suatu proses yang amat panjang dan penuh kesabaran. Setidaknya, ada sepuluh ciri dari pribadi achiever ini. Yakni, Pertama, percaya diri. Ciri ini perlu dimiliki oleh seorang achiever. Bagaimana ia akan dinilai dan menilai orang lain, kalau dirinya sendiri tidak percaya terhadap kemampuan yang diberikan Allah SWT pada dirinya. Adanya ketidak percayaan diri ini, ternyata dapat menghambat keberhasilan seseorang. Bagaimana pun percaya diri yang kita miliki itu, perlu kita syukuri dan dipelihara karena nilainya teramat mahal.
Kedua, berani mengambil resiko. Setiap tindakan itu mengandung resiko. Tapi, masalahnya kadangkala kita tidak memperhitungkan efek jangka panjang yang akan terjadi. Seorang achiever itu, ia mampu dan berani mengambil resiko dari setiap tindakannya. Hal itu, didasari dengan suatu pikiran yang matang dan telah dipertimbangkan efek positif dan negatifnya serta berfikir panjang.
Ketiga, senang ambiquitas (mendua). Ambiquitas di sini, bukan berarti ia plin-plan. Tapi, konsep mendua ini, berarti dia tidak hanya berpikir satu cara saja untuk mencapai visi dan keinginan yang telah terpatri dalam jiwanya. Ia berusaha untuk dapat menyelesaikan setiap masalah dan mencapai cita-cita yang akan diraihnya. Dalam pikirannya, tidak ada kata gagal, susah, tidak bisa, tidak mungkin, dll. Sikap ini, mengajarkan kepada kita agar selalu optimis menatap masa depan.
Keempat, etos kerja kuat. Kita harus selalu belajar dari pengalaman-pengalaman orang lain. Kita melihat, bagaimana orang-orang Singapura begitu maju dan “kaya raya”, padahal kekayaan alamnya tidak sekaya negeri Indonesia. Kunci utamanya, ia memiliki etos kerja yang kuat. Orang-orang Singapura mempunyai prinsip, “Singapura adalah negaraku, tapi dunia adalah pasarku.” Atas dasar ini, Singapura walaupun negaranya kecil, tapi ia termasuk negara kaya. Ia tidak memikirkan batas-batas teritorial lagi untuk memasarkan hasil karyanya. Pertanyaannya, mau atau tidak kita meniru bangsa Singapura?
Kelima, visi intuitif. Kalau kita ingin menjadi seorang achiever, maka syarat ini harus telah ada dalam pola pikirnya. Wawasan dan pola pikir kita harus sudah terlatih berpikir jauh ke depan. Bagaimana dan apa yang akan dilakukan oleh kita satu tahun atau lima tahun ke depan.
Keenam, ada keinginan kuat menjadi trampil (konstan ritualiting). Ketrampilan ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi profesional. Seorang achiever harus selalu berusaha menjadi trampil. Trampil di sini, tentu dikaitkan dengan bidang usaha yang akan dan atau yang sedang kita geluti saat ini. Bukankah, hanya orang-orang yang trampil dan profesionallah yang akan mampu meraih peluang di era globalisasi dewasa ini.
Ketujuh, menerapkan prinsip-prinsip pergaulan (human relation). Almarhum Panglima Jenderal Sudirman, pernah berpesan, “Kalau kita ingin menang, maka susunlah kekuatan. Kunci kekuatan itu ialah persatuan dan kesatuan. Langkah mencapai persatuan dan kesatuan, tidak lain kita harus sebarkan sayap ukhuwah atau silaturahmi sesama manusia.” Makna dari pesan ini, tentu perlu kita tanamkan dalam kalbu, karena kekuatannya begitu luar biasa dalam mencapai sukses. Jadi, inti dari kemenangan adalah ukhuwah, silaturahmi, human relation sesama manusia.
Kedelapan, berpikir positif (positif thingking). Berpikir positif, berarti berhenti menyalahkan orang lain dan selalu mawas diri. Selain itu, kita juga hendaknya berusaha menghilangkan sifat menuntut, membandingkan dan mengeluh pada diri sendiri dan orang lain. Lebih dari itu, mereka yang berpikir positif ini akan memperlihatkan sikap berani mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Kesembilan, berpikir besar (back thingking). Kalau kita ingin menjadi “besar,” maka paling tidak pertama-tama yang ada dari sekarang adalah kita harus bersikap seperti orang-orang besar (baca: orang-orang sukses). Demikian pula halnya bila kita ingin sukses, maka sikap kita harus dapat mencontoh apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang sukses tersebut.
Kesepuluh, antusias. Seorang achiever adalah orang-orang yang memiliki antusiasme tinggi dalam mewujudkan cita-citanya. Sehingga untuk mencapai perilaku antusias, maka kita hendaknya selalu bertindak antusias dan insya Allah anda akan menjadi antusias. Langkah selanjutnya, adalah gumuli pekerjaan anda itu, pelajari, tekuni, hidupi, dapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan akhirnya tanpa sadar anda akan menjadi antusias.
Akhirnya pemerintah harus pandai-pandai menyebarkan virus N’Ach kepada masyarakat, dan bukannya menyebarkan “virus kesengsaraan” berupa kebijaksanaan yang benar-benar tidak berpihak kepada rakyat. Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
Oleh: ARDA DINATA
Bangsa Indonesia ini sungguh kasihan. Walaupun kekayaan alamnya melimpah, tapi kondisi rakyatnya masih tetap dikukung dengan berbagai permasalahan hidup. Adanya masalah ini, sebenarnya merupakan suatu kewajaran dalam hidup. Di sini, titik permasalahannya terletak pada sikap kita dalam menyikapi setiap permasalahan tersebut.
Belakangan ini, reaksi masyarakat terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL) dan tarif telepon terus berlangsung. Sehingga setiap kalangan, hendaknya mampu menyikapinya dengan hati yang bersih, demi penyelamatan bangsa Indonesia.
Kunci keselamatan bangsa ini, tentu terletak pada pundak para penghuni bangsa itu sendiri. Dalam mencermati kondisi keterpurukan bangsa dewasa ini, kelihatannya ada sesuatu yang belum dimiliki oleh sebagian komponen masyarakat Indonesia. Yakni keberadaan virus N’Ach dalam tubuh masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya para pemimpin bangsa.
Virus N’Ach merupakan virus yang tidak membahayakan manusia, tapi justru dialah sebagai “penyelamat” eksistensi kekhalifahannya di muka bumi. Virus N’Ach ialah kepanjangan dari Need for Achievement. Yakni virus kebutuhan dasar berprestasi bagi tiap manusia.
Seandainya masyarakat dan pemimpin negeri ini telah memiliki virus N’Ach, tentu keperpurukan model apapun akan disikapinya secara bijaksana dan benar. Untuk itu, setiap kita harus belajar dari model viris N’Ach. Keberadaan virus ini, akan mampu mengkondisikan manusia selalu dalam keadaan kreatif. Dampaknya sungguh luar biasa, manusia model ini mampu berpikir benar (baca: berpikir dengan otak kiri dan kanan).
Keberhasilan atas penyebaran virus N’Ach ini, paling tidak pernah dibuktikan secara gemilang oleh Dr. David McClelland di Kakinada, India. Sementara itu, seperti dikutip Supardi (2001), pertumbuhan ekonomi di Amerika pada beberapa periode tertentu ternyata juga terkait langsung dengan peredaran buku-buku “perangsang prestasi.” Semakin sedikit suatu penggal jaman memproduksi buku ber-virus N’Ach tersebut, semakin menurun tingkat pertumbuhan ekonominya (baca: Masyarakat Berprestasi; David McClelland).
Lebih jauh diungkapkan, hasil observasinya inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi model “perangsang prestasi,” dipraktikan di Kakinada, India. David membagi sekelompok masyarakat yang “terbelakang” menjadi dua demplot. Melalui “Virus N’Ach” yang dirancang sedemikian rupa, David berhasil membuktikan bahwa pada kelompok yang “divirus,” belakangan, ternyata berhasil menunjukkan peningkatan pertumbuhan usaha yang spektakuler dibanding dengan yang “dibiarkan” tidak divirus N’Ach. Ini artinya, mengembangkan “prestasi kelompok” itu sangat mungkin.
Secara demikian, bagi bangsa Indonesia pemberian virus N’Ach adalah merupakan sesuatu yang harus segera diberikan, dibangun dan dikembangkan. Orang yang telah diberi virus N’Ach ini, dengan kata lain dinamakan sebagai seorang achiever.
Ciri achiever
Tingkah laku dan sikap seorang achiever itu akan mencerminkan dirinya sebagai bagian dari pemecah masalah; memandang sesuatu yang rumit menjadi sederhana; mampu memotivasi; adanya kendala menjadi peluang; sesuatu itu sulit, tapi mungkin; dan bangkit dari setiap kegagalan.
Untuk mencapai pribadi seorang achiever diperlukan suatu proses yang amat panjang dan penuh kesabaran. Setidaknya, ada sepuluh ciri dari pribadi achiever ini. Yakni, Pertama, percaya diri. Ciri ini perlu dimiliki oleh seorang achiever. Bagaimana ia akan dinilai dan menilai orang lain, kalau dirinya sendiri tidak percaya terhadap kemampuan yang diberikan Allah SWT pada dirinya. Adanya ketidak percayaan diri ini, ternyata dapat menghambat keberhasilan seseorang. Bagaimana pun percaya diri yang kita miliki itu, perlu kita syukuri dan dipelihara karena nilainya teramat mahal.
Kedua, berani mengambil resiko. Setiap tindakan itu mengandung resiko. Tapi, masalahnya kadangkala kita tidak memperhitungkan efek jangka panjang yang akan terjadi. Seorang achiever itu, ia mampu dan berani mengambil resiko dari setiap tindakannya. Hal itu, didasari dengan suatu pikiran yang matang dan telah dipertimbangkan efek positif dan negatifnya serta berfikir panjang.
Ketiga, senang ambiquitas (mendua). Ambiquitas di sini, bukan berarti ia plin-plan. Tapi, konsep mendua ini, berarti dia tidak hanya berpikir satu cara saja untuk mencapai visi dan keinginan yang telah terpatri dalam jiwanya. Ia berusaha untuk dapat menyelesaikan setiap masalah dan mencapai cita-cita yang akan diraihnya. Dalam pikirannya, tidak ada kata gagal, susah, tidak bisa, tidak mungkin, dll. Sikap ini, mengajarkan kepada kita agar selalu optimis menatap masa depan.
Keempat, etos kerja kuat. Kita harus selalu belajar dari pengalaman-pengalaman orang lain. Kita melihat, bagaimana orang-orang Singapura begitu maju dan “kaya raya”, padahal kekayaan alamnya tidak sekaya negeri Indonesia. Kunci utamanya, ia memiliki etos kerja yang kuat. Orang-orang Singapura mempunyai prinsip, “Singapura adalah negaraku, tapi dunia adalah pasarku.” Atas dasar ini, Singapura walaupun negaranya kecil, tapi ia termasuk negara kaya. Ia tidak memikirkan batas-batas teritorial lagi untuk memasarkan hasil karyanya. Pertanyaannya, mau atau tidak kita meniru bangsa Singapura?
Kelima, visi intuitif. Kalau kita ingin menjadi seorang achiever, maka syarat ini harus telah ada dalam pola pikirnya. Wawasan dan pola pikir kita harus sudah terlatih berpikir jauh ke depan. Bagaimana dan apa yang akan dilakukan oleh kita satu tahun atau lima tahun ke depan.
Keenam, ada keinginan kuat menjadi trampil (konstan ritualiting). Ketrampilan ini merupakan salah satu syarat untuk menjadi profesional. Seorang achiever harus selalu berusaha menjadi trampil. Trampil di sini, tentu dikaitkan dengan bidang usaha yang akan dan atau yang sedang kita geluti saat ini. Bukankah, hanya orang-orang yang trampil dan profesionallah yang akan mampu meraih peluang di era globalisasi dewasa ini.
Ketujuh, menerapkan prinsip-prinsip pergaulan (human relation). Almarhum Panglima Jenderal Sudirman, pernah berpesan, “Kalau kita ingin menang, maka susunlah kekuatan. Kunci kekuatan itu ialah persatuan dan kesatuan. Langkah mencapai persatuan dan kesatuan, tidak lain kita harus sebarkan sayap ukhuwah atau silaturahmi sesama manusia.” Makna dari pesan ini, tentu perlu kita tanamkan dalam kalbu, karena kekuatannya begitu luar biasa dalam mencapai sukses. Jadi, inti dari kemenangan adalah ukhuwah, silaturahmi, human relation sesama manusia.
Kedelapan, berpikir positif (positif thingking). Berpikir positif, berarti berhenti menyalahkan orang lain dan selalu mawas diri. Selain itu, kita juga hendaknya berusaha menghilangkan sifat menuntut, membandingkan dan mengeluh pada diri sendiri dan orang lain. Lebih dari itu, mereka yang berpikir positif ini akan memperlihatkan sikap berani mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Kesembilan, berpikir besar (back thingking). Kalau kita ingin menjadi “besar,” maka paling tidak pertama-tama yang ada dari sekarang adalah kita harus bersikap seperti orang-orang besar (baca: orang-orang sukses). Demikian pula halnya bila kita ingin sukses, maka sikap kita harus dapat mencontoh apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang sukses tersebut.
Kesepuluh, antusias. Seorang achiever adalah orang-orang yang memiliki antusiasme tinggi dalam mewujudkan cita-citanya. Sehingga untuk mencapai perilaku antusias, maka kita hendaknya selalu bertindak antusias dan insya Allah anda akan menjadi antusias. Langkah selanjutnya, adalah gumuli pekerjaan anda itu, pelajari, tekuni, hidupi, dapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan akhirnya tanpa sadar anda akan menjadi antusias.
Akhirnya pemerintah harus pandai-pandai menyebarkan virus N’Ach kepada masyarakat, dan bukannya menyebarkan “virus kesengsaraan” berupa kebijaksanaan yang benar-benar tidak berpihak kepada rakyat. Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.