“Saat Anda berhenti belajar, berhenti mendengarkan, berhenti mencari dan bertanya, berhenti menanyakan hal-hal yang baru, maka ini adalah saat untuk mati.” – Lilian Smith.
Hidup
itu penuh irama. Riakannya banyak di sana sini. Banyak cerita dan canda tawa
yang ditawarkan. Orang-orang bisa belajar, mendengarkan, mencari, dan bertanya
tentang berbagai hal dari kehidupan yang dijalaninya. Semua pengalaman itu layak untuk dibagi lewat tulisan. Agar orang
yang membacanya mendapatkan ilmu dari pengalaman yang dibagikan lewat tulisan
tersebut.
Kehidupan
itulah sejatinya yang mengajarkan kita untuk selalu menulis. Sebab, kehidupan
itulah bahan tulisan yang tidak akan pernah habis untuk digali dan direnungkan
agar bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dengan bahasa lain, menulis merupakan
aktivitas yang menghidupkan dan mengembangkan. Tulislah aneka riak-riak
kehidupan itu agar menjadi pelajaran buat manusia yang lain.
![]() |
*Buku ini berisi referensi kehidupan pernikahan. |
Untuk dapat
menuliskan dari kehidupan, maka tugas kita selaku penulis adalah selalu
bertanya. Lewat bertanyalah kita akan mendapatkan jawaban-jawaban tentang aneka
kejadian dalam kehidupan ini. Berdasarkan pertanyaan dan jawaban-jawaban
itulah, maka kita dapat menuliskan sesuai tema yang kita gali dan tanyakan. Hal
inilah yang saya lakukan ketika menulis buku Pernikahan
Berkalung Pahala. Buku ini berisi referensi pernikahan bertabur pahala dan pengalaman
dalam menghadapi problematika kehidupan pernikahan. Dengan menuliskan semua
kejadian kehidupan yang penting, maka hidup kita akan terasa lebih abadi dari
usia kita sendiri. Bukankah tulisan itu akan bertahan lebih lama melebihi
lamanya usia si penulisnya?
Di sini,
agar kita bisa memberi jawaban-jawaban kehidupan itu dengan benar, maka bagi
seorang penulis harus banyak membaca. Baik membaca teks-teks tertulis, maupun
teks yang tidak tertulis seperti kejadian alam, perilaku manusia, dan perilaku
mahluk hidup lainnya.
Lewat membacalah
pengetahuan kita terus bertambah dan lebih bijaksana dalam menyikapi kehidupan
ini. Dan aneka pengetahuan itulah yang kelak akan kita tuliskan sebagai jawaban
dari aneka pertanyaan yang kita ajukan sesuai tema yang akan ditulis.
Jadi,
penulis itu merupakan manusia pembelajar. Bagi penulis sejati, dia akan selalu
belajar, mendengarkan, mencari tahu, dan merenungkan setiap kejadian dalam
kehidupannya. Bila dia berhenti belajar, mendengarkan, mencari tahu dan
bertanya, maka dapat dipastikan saat itulah ia ‘mati’ sebagai penulis yang
diperhitungkan. Sebab, dalam tulisannya tidak ada sesuatu yang baru dan menarik.
Tulisannya menoton, tidak berkembang karena sempitnya pengayaan ilmunya.
Hal tersebut,
sejalan dengan apa yang dinyatakan Lilian Smith bahwa, “Saat Anda berhenti belajar, berhenti mendengarkan, berhenti mencari
dan bertanya, berhenti menanyakan hal-hal yang baru, maka ini adalah saat untuk
mati.” Artinya, bagi siapa pun dan profesi apapun, kalau tidak mau belajar
maka siap-siap mati dan ditinggalkan para penggemarnya.
Untuk
itu, mari kita selalu menulis kehidupan yang dialami dengan cara selalu
bertanya dan menjawab pada diri kita sendiri lewat bentuk tulisan.***
Arda Dinata, penulis buku Pernikah Berkalung Pahala terbitan Quanta (Elexmedia Computindo, Group Gramedia Jakarta).