Sabar dan Pemaaf
Oleh Arda Dinata
Ketika di Mekkah dinilai kurang memberi harapan dalam berdakwah, Rasulullah sempat menyampaikan dakwahnya ke daerah Thaif. Namun apa yang terjadi? Ketika baru sampai diperbetasan kota Thaif, Rasulullah disambut dengan lemparan-lemparan batu dan potongan-potongan besi. Akibatnya, Nabi SAW mengalami luka parah.
Dan pada saat Nabi SAW masih dihujani batu dan potongan besi, beliau masih sempat berdoa: “Ya Allah, jangan Kau turunkan siksa kepada mereka yang melempariku. Sebab mereka bukan orang yang jahat, tapi mereka orang yang belum tahu bahwa aku adalah Rasul-Mu. Tunjukkan mereka kepada jalan-Mu yang benar dan ampunilah mereka serta sayangi mereka.”
Demikian juga, kejadian yang serupa pernah terjadi pada waktu perang Uhud. Di mana beliau terlemparkan kepada suatu lembah yang cukup dalam. Dan dengan secara kejam seorang lawan melemparkan tombaknya yang tajam ke muka Rasulullah SAW. Pada waktu itulah gigi Nabi patah dan dari mulutnya menyembur darah. Beliau tersunggur ke pasir dengan muka yang penuh darah.
Melihat kejadian itu, seorang sahabat menjerit menangis, karena mengetahui pemimpin yang dicintainya disiksa secara kejam. Dan sahabat itu menjerit, “Ya Rasulullah doakan saja orang yang jahat dan kejam itu supaya disiksa oleh Allah, sebab doamu pasti akan dipenuhi oleh Allah.”
Namun, apa yang dilakukan Nabi SAW? Pada saat itu, Nabi SAW masih sempat berdoa, “Tuhan jangan Kau turunkan siksa kepada orang yang menombak aku. Tunjukanlah ia kepada jalan-Mu yang benar dan sayangi dia serta ampuni kesalahannya.”
Sungguh luar biasa ajaran beliau. Bahasa tingkah lakunya mencerminkan akhlak mulia. Artinya, ajaran Nabi SAW (Islam), tidak mengenal dendam. Dendam ini sejatinya merupakan musuh iman. Aktualisasinya, pada saat seseorang memiliki iman, ia akan mengenal dendam. Sehingga dalam pikirnya akan terucap, “Antara dendam dan iman tidak mungkin bersatu dalam satu diri.”
Bagi orang beriman yang mampu menerapkan bahasa keteladanan Nabi SAW itu, Allah menjanjikan pahala yang besar. “Dan balasan kejahatan adalah dengan kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan membalas dengan kebaikan pahalanya (yang besar) di tanggung oleh Allah.” (QS Asy – Syuura: 40).
Pada ayat yang lain, Allah SWT memerintahkan, jika kamu disiksa silahkan kamu balas dengan adil, tetapi kalau kamu bersabar maka langkah sabar adalah yang terbaik (QS An – Nahl: 126). Lagian, bukankah orang yang sabar dan yang memaafkan itu adalah termasuk hal-hal yang diutamakan? (QS Asy – Syuura: 43). Wallahu a’lam.
Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
Oleh Arda Dinata
Ketika di Mekkah dinilai kurang memberi harapan dalam berdakwah, Rasulullah sempat menyampaikan dakwahnya ke daerah Thaif. Namun apa yang terjadi? Ketika baru sampai diperbetasan kota Thaif, Rasulullah disambut dengan lemparan-lemparan batu dan potongan-potongan besi. Akibatnya, Nabi SAW mengalami luka parah.
Dan pada saat Nabi SAW masih dihujani batu dan potongan besi, beliau masih sempat berdoa: “Ya Allah, jangan Kau turunkan siksa kepada mereka yang melempariku. Sebab mereka bukan orang yang jahat, tapi mereka orang yang belum tahu bahwa aku adalah Rasul-Mu. Tunjukkan mereka kepada jalan-Mu yang benar dan ampunilah mereka serta sayangi mereka.”
Demikian juga, kejadian yang serupa pernah terjadi pada waktu perang Uhud. Di mana beliau terlemparkan kepada suatu lembah yang cukup dalam. Dan dengan secara kejam seorang lawan melemparkan tombaknya yang tajam ke muka Rasulullah SAW. Pada waktu itulah gigi Nabi patah dan dari mulutnya menyembur darah. Beliau tersunggur ke pasir dengan muka yang penuh darah.
Melihat kejadian itu, seorang sahabat menjerit menangis, karena mengetahui pemimpin yang dicintainya disiksa secara kejam. Dan sahabat itu menjerit, “Ya Rasulullah doakan saja orang yang jahat dan kejam itu supaya disiksa oleh Allah, sebab doamu pasti akan dipenuhi oleh Allah.”
Namun, apa yang dilakukan Nabi SAW? Pada saat itu, Nabi SAW masih sempat berdoa, “Tuhan jangan Kau turunkan siksa kepada orang yang menombak aku. Tunjukanlah ia kepada jalan-Mu yang benar dan sayangi dia serta ampuni kesalahannya.”
Sungguh luar biasa ajaran beliau. Bahasa tingkah lakunya mencerminkan akhlak mulia. Artinya, ajaran Nabi SAW (Islam), tidak mengenal dendam. Dendam ini sejatinya merupakan musuh iman. Aktualisasinya, pada saat seseorang memiliki iman, ia akan mengenal dendam. Sehingga dalam pikirnya akan terucap, “Antara dendam dan iman tidak mungkin bersatu dalam satu diri.”
Bagi orang beriman yang mampu menerapkan bahasa keteladanan Nabi SAW itu, Allah menjanjikan pahala yang besar. “Dan balasan kejahatan adalah dengan kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan membalas dengan kebaikan pahalanya (yang besar) di tanggung oleh Allah.” (QS Asy – Syuura: 40).
Pada ayat yang lain, Allah SWT memerintahkan, jika kamu disiksa silahkan kamu balas dengan adil, tetapi kalau kamu bersabar maka langkah sabar adalah yang terbaik (QS An – Nahl: 126). Lagian, bukankah orang yang sabar dan yang memaafkan itu adalah termasuk hal-hal yang diutamakan? (QS Asy – Syuura: 43). Wallahu a’lam.
Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.