Oleh: ARDA DINATA
Sahabat adalah teman disegala suasana. Asik diajak berdiskusi, juga penuh kesabaran mendengarkan keluh-kesah. Apalagi saat senang memang enak dijalani bersama. Begitu pun saat susah, terasa ringan dengan berbagi cerita terhadap sahabat.
Menjalin ikatan persahabatan merupakan aktivitas yang fithriyyah bagi kita, karena manusia memang ditakdirkan Allah menghuni bumi ini sebagai makhluk sosial. Dari aktivitas tersebut, kita bisa belajar mengenai kehidupan lebih banyak lagi. Lewatnya, kita bisa bercermin. Melalui cermin persahabatan ini, kita bisa melihat perbedaan-perbedaan sifat/karakter manusia dan pola kehidupannya. Dari sini, diharapkan kedewasaan dan kesabaran kita menjadi tertanam secara kokoh.
Persahabatan pertama dan utama yang mesti dijalin oleh setiap manusia adalah persahabatan dengan Allah SWT. Sang pemilik dan pengatur persahabatan setiap makhluk-Nya. Dampaknya, bila Allah telah nyata-nyata melibatkan diri didalamnya, maka konsekuensinya tidak hanya persahabatan itu menjadi indah dan nikmat melebihi saudara sedarah. Tetapi, lebih dari itu, Allah akan selalu siap menurunkan pertolongan-Nya tatkala kesulitan menghadang atau setiap waktu kita memintanya.
Jaminan hal tersebut, terungkap dalam QS. Al Baqarah: 186, yang artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dari sini, terungkap jelas bahwa untuk menjalin persahabatan manusia dengan Allah itu, maka syaratnya tidak lain adalah beriman dan bertaqwa kepada Allah. Lagian, saling mencintai (baca: persahabatan) karena Allah termasuk ibadah yang paling utama, dan ia adalah buah dari akhlak yang baik. Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya yang terdekat dariku di antara kamu duduknya adalah yang terbaik akhlaknya di antara kamu dan merendahkan diri, yang mencintai dan dicintai.”
Untuk itu, pantas saja Allah mengumpamakan terhadap persahabtan yang kokoh kuat dalam sibghah Allah, dalam cahaya iman dan Islam, yaitu sebagai “Seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).” Sungguh indah perumpamaan Allah ini.
Jadi, persahabatan dengan Allah ini adalah sesuatu yang harus kita pilih terlebih dahulu, sebelum menjalin persahabatan-persahabatan lainnya. Dan ini, tentu sebagai bukti penghambaan kita kepada-Nya.
Dan sesungguhnya persahabatan hakiki itu merupakan buah dari kebajikan akhlak, sedangkan tafarruq (perselisihan) tidak lain merupakan hasil dari kebejatan akhlak. Maka akhlak yang bagus akan membuahkan rasa saling cinta, saling bersatu, dan saling memberi manfaat; sedangkan akhlak yang buruk akan menghasilkan rasa saling membenci, saling mendengki, dan saling mencelakakan. Hanya Allah-lah sebaik-baiknya tempat kita kembali. Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
Sahabat adalah teman disegala suasana. Asik diajak berdiskusi, juga penuh kesabaran mendengarkan keluh-kesah. Apalagi saat senang memang enak dijalani bersama. Begitu pun saat susah, terasa ringan dengan berbagi cerita terhadap sahabat.
Menjalin ikatan persahabatan merupakan aktivitas yang fithriyyah bagi kita, karena manusia memang ditakdirkan Allah menghuni bumi ini sebagai makhluk sosial. Dari aktivitas tersebut, kita bisa belajar mengenai kehidupan lebih banyak lagi. Lewatnya, kita bisa bercermin. Melalui cermin persahabatan ini, kita bisa melihat perbedaan-perbedaan sifat/karakter manusia dan pola kehidupannya. Dari sini, diharapkan kedewasaan dan kesabaran kita menjadi tertanam secara kokoh.
Persahabatan pertama dan utama yang mesti dijalin oleh setiap manusia adalah persahabatan dengan Allah SWT. Sang pemilik dan pengatur persahabatan setiap makhluk-Nya. Dampaknya, bila Allah telah nyata-nyata melibatkan diri didalamnya, maka konsekuensinya tidak hanya persahabatan itu menjadi indah dan nikmat melebihi saudara sedarah. Tetapi, lebih dari itu, Allah akan selalu siap menurunkan pertolongan-Nya tatkala kesulitan menghadang atau setiap waktu kita memintanya.
Jaminan hal tersebut, terungkap dalam QS. Al Baqarah: 186, yang artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dari sini, terungkap jelas bahwa untuk menjalin persahabatan manusia dengan Allah itu, maka syaratnya tidak lain adalah beriman dan bertaqwa kepada Allah. Lagian, saling mencintai (baca: persahabatan) karena Allah termasuk ibadah yang paling utama, dan ia adalah buah dari akhlak yang baik. Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya yang terdekat dariku di antara kamu duduknya adalah yang terbaik akhlaknya di antara kamu dan merendahkan diri, yang mencintai dan dicintai.”
Untuk itu, pantas saja Allah mengumpamakan terhadap persahabtan yang kokoh kuat dalam sibghah Allah, dalam cahaya iman dan Islam, yaitu sebagai “Seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).” Sungguh indah perumpamaan Allah ini.
Jadi, persahabatan dengan Allah ini adalah sesuatu yang harus kita pilih terlebih dahulu, sebelum menjalin persahabatan-persahabatan lainnya. Dan ini, tentu sebagai bukti penghambaan kita kepada-Nya.
Dan sesungguhnya persahabatan hakiki itu merupakan buah dari kebajikan akhlak, sedangkan tafarruq (perselisihan) tidak lain merupakan hasil dari kebejatan akhlak. Maka akhlak yang bagus akan membuahkan rasa saling cinta, saling bersatu, dan saling memberi manfaat; sedangkan akhlak yang buruk akan menghasilkan rasa saling membenci, saling mendengki, dan saling mencelakakan. Hanya Allah-lah sebaik-baiknya tempat kita kembali. Wallahu’alam.***
Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.