PAUD dan Pemenuhan Gizi Optimal Bagi Tubuh Anak
Oleh Arda Dinata
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak berusia 0-6 tahun dalam aspek-aspek pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu dilakukan sejak masa konsepsi/ dalam kandungan sampai dengan usia anak pra-sekolah. Dengan demikian akan dicapai tumbuh kembang anak balita secara optimal. Sehingga akan berdampak pada terhindarnya dari masalah/ gangguan gizi kelak pada usia dewasa. Tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana pemenuhan gizi optimal tersebut bagi tubuh seorang anak pada usia dini.
Anak, sesuai dengan UU RI No. 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, dinyatakan bahwa anak adalah orang yang berusia 0-21 tahun dan belum menikah. Dalam pengertian yang lebih luas, anak adalah manusia yang masih mengalami perkembangan, baik jasmani maupun kejiwaannya. Anak, diartikan juga sebagai manusia yang masih harus mengembangkan segala potensi kognitif, afektif dan psiko-motoriknya.
Lebih dari itu, anak merupakan manusia yang belum mencapai taraf kedewasaannya. Masih berada dalam tahap perkembangan. Dalam konteks tulisan ini, kita sebagai orang tua harus membimbing dan menjadikan anak terbiasa memperhatikan nilai gizi dari makanan yang akan dikonsumsinya sejak usia dini.
Terpenuhinya kebutuhan gizi bagi seorang anak, tidak lain adalah pemenuhan gizi optimal bagi tubuh yang dianjurkan dan didasarkan pada tahapan usia, jenis kelamin, serta status kesehatannya.
Untuk mendapatkan gizi sehat dan berada dalam tingkatan kesehatan yang baik bagi setiap anggota keluarga (anak), sebaiknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu akan prinsip-prinsip pengaturan gizi bagi seluruh anggota keluarga.
Prinsip-prinsip dasar pengaturan gizi pada anak, dapat kita kelompokkan menjadi dua. Yakni prinsip dasar makanan usia pra-sekolah (usia 1-6 tahun) dan prinsip dasar makanan anak usia sekolah (usia 7-21 tahun).
Usia Pra-Sekolah
Usia pra-sekolah ini dapat kita bedakan menjadi dua golongan, yaitu: (1) Makanan anak balita (usia 1-3 tahun). Jenis makanan yang paling disukai anak balita, biasanya adalah makanan yang manis-manis, seperti coklat, permen, es krim, dan manisan.
Sebaiknya, pada anak usia balita ini, makanan yang terlalu banyak mengandung gula dibatasi, dan atau jangan diberikan, agar gigi susunya tidak rusak atau berlubang (caries). Kita tahu, pada umumnya gigi susu anak akan lengkap pada usia 2 tahun. Tetapi belum cukup kuat untuk menggigit dan mengunyah makanan.
Pada periode ini, anak bersifat sebagai konsumen pasif. Dalam arti lain, jenis makanannya sangat tergantung pada yang diberikan oleh ibunya. Dalam hal ini, ada satu hal yang perlu diketahui oleh setiap ibu. Yaitu bila anak pada suatu saat menolak pemberian makanan yang kita berikan, maka jangan dipaksakan untuk dimakannya.
Hal tersebut dapat menyebabkan anak bersifat antipati dan mungkin akan menolak makanan tersebut untuk selamanya. Pada usia ini, kita hendaknya harus berusaha melatih, mengupayakan dan mengarahkan si anak untuk mengikuti pola makan orang dewasa.
Usia 1-3 tahun, biasanya, anak sangat rentan terhadap gangguan gizi, seperti kekurangan vitamin A, zat besi (anemia), kalori dan protein. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan gangguan fungsi pada mata, sedangkan kekurangan kalori dan protein dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecerdasan anak.
(2) Makanan anak usia 4-6 tahun. Pada usia ini, anak-anak masih rentan terhadap gangguan penyakit gizi dan infeksi. Sehingga, pemberian makanan yang bergizi tetap menjadi perhatian orang tua, para pembimbing, dan pendidik di sekolah.
Kemampuan mencerna makanannya, pada tahap ini sudah terlihat mendekati orang dewasa, sehingga sudah saatnya si anak diajak menikmati makan bersama dengan anggota keluarga lainnya (ayah, ibu, dan saudara), serta diusahakan disuruh belajar untuk makan sendiri. Situasi demikian akan bermanfaat sekali dalam mendidik anak. Karena dari sini terdapat 101 macam simbol nilai didikan bagi anak telah menyelimutinya, seperti kebersamaan, sopan santun, menghargai orang lain, dan lainnya.
Pendidikan tentang nilai gizi makanan, tidak ada salahnya mulai diajarkan kepada mereka. Dan merupakan saat yang tepat untuk menganjurkan yang baik-baik pada anak. Karena, pada periode ini, anak sudah dapat mengingat-ingat sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang tuanya serta lingkungan sekitarnya. Sehingga akhirnya, si anak dapat memilih dan menyukai makanan bergizi. Anak seusia ini sudah menjadi konsumen pangan aktif. Tetapi, pemberian makanan yang manis-manis tetap perlu dibatasi, agar gigi geliginya tidak cepat caries.
Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah ini, seperti halnya usia pra-sekolah, dapat kita bedakan menjadi tiga kelompok. (1) Makanan anak pra-remaja (usia 7-12 tahun). Golongan anak pra-remaja ini, biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah. Sehingga sering lupa untuk makan.
Makan pagi atau sarapan, perlu diperhatikan oleh para orang tua unrtuk mencegah hipoglikemia (turunnya nilai gula darah), dan supaya si anak mudah menangkap pelajaran di sekolah. Selain itu, perhatikan menu makanan yang akan dikonsumsi anak, agar benar-benar memperhatikan nilai gizi empat sehat lima sempurna.
Pada usia ini, gigi susunya tanggal secara berangur-angsur, dan diganti dengan gigi permanen. Anak pada golongan ini, sudah lebih aktif memilih makanan yang disukainya. Kebutuhan energinya lebih besar, selaras dengan meningkatnya aktivitas fisik, seperti olah raga, bermain, dan membantu orang tuanya. Kebutuhan gizi bagi anak laki-laki, akan berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga kebutuhan gizinya lebih besar.
(2) Makanan anak remaja (usia 13-18 tahun). Pada usia ini, anak-anak mulai memasuki masa remaja. Di sini telah terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat. Sehingga kebutuhan gizi untuk pertumbuhan dan aktivitasnya sangat meningkat.
Pada masa ini, umumnya, si anak mempunyai nafsu makan yang baik, sehingga perlu diperhatikan menu makanan yang akan dikonsumsi anak oleh para orang tua, pembimbing, konseling khusus, dan pendidik di sekolah.
Hal tersebut perlu diperhatikan lebih ekstra, karena pada usia ini mereka sering mencari makanan tambahan atau jajan di luar waktu makan. Melihat gejala ini, setidaknya kita perlu mengelola dan mengkoordinasikan tentang penanganan dan pemberian makanan tambahan yang mengarah pada pencegahan gizi salah yang dikonsumsi oleh anak.
(3) Makanan anak golongan dewasa muda (usia 19-21 tahun). Dalam usia 19-21 tahun, anak-anak mulai memasuki masa menuju kedewasaan muda. Di sini telah terjadi perkembangan fisik, dan terlihat menonjol ciri-ciri perbedaan antara laki-laki dengan perempuan.
Adanya perubahan fisik pada usia ini, mengharuskan tersedianya kebutuhan gizi yang cukup bagi si anak untuk menunjang proses pertumbuhan dan aktivitasnya yang meningkat secara variatif.
Kebiasaan makan di luar waktu makan pada golongan dewasa muda ini, masih tetap dilakukan, dan bahkan lebih sering. Hal ini karena si anak mempunyai nafsu makan yang baik, sehingga perlu diarahkan pada pemenuhan gizi yang seimbang dan makanan yang dikonsumsi dapat berdampak positif terhadap perkembangan fisiknya.
Agar makanan yang dikonsumsi berdampak positif terhadap anak terutama dalam menunjang pengembangan anak usia dini menuju jenjang pendidikan selanjutnya, maka sangat dianjurkan untuk menghidangkan dan menyajikan menu makanan yang seimbang, yang terdiri dari: (a) sumber karbohidrat (makanan pokok), (b) sumber protein (lauk-pauk), dan (c) sumber vitamin serta mineral (sayur-sayuran dan buah-buahan).***
Penulis, adalah pendidik dan blogger di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqra.blogspot.com.
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Jurnalistik PAUD Tingkat Nasional 2007, yang diselenggarakan oleh Direktorat PAUD – Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional.
Oleh Arda Dinata
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak berusia 0-6 tahun dalam aspek-aspek pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu dilakukan sejak masa konsepsi/ dalam kandungan sampai dengan usia anak pra-sekolah. Dengan demikian akan dicapai tumbuh kembang anak balita secara optimal. Sehingga akan berdampak pada terhindarnya dari masalah/ gangguan gizi kelak pada usia dewasa. Tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana pemenuhan gizi optimal tersebut bagi tubuh seorang anak pada usia dini.
Anak, sesuai dengan UU RI No. 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, dinyatakan bahwa anak adalah orang yang berusia 0-21 tahun dan belum menikah. Dalam pengertian yang lebih luas, anak adalah manusia yang masih mengalami perkembangan, baik jasmani maupun kejiwaannya. Anak, diartikan juga sebagai manusia yang masih harus mengembangkan segala potensi kognitif, afektif dan psiko-motoriknya.
Lebih dari itu, anak merupakan manusia yang belum mencapai taraf kedewasaannya. Masih berada dalam tahap perkembangan. Dalam konteks tulisan ini, kita sebagai orang tua harus membimbing dan menjadikan anak terbiasa memperhatikan nilai gizi dari makanan yang akan dikonsumsinya sejak usia dini.
Terpenuhinya kebutuhan gizi bagi seorang anak, tidak lain adalah pemenuhan gizi optimal bagi tubuh yang dianjurkan dan didasarkan pada tahapan usia, jenis kelamin, serta status kesehatannya.
Untuk mendapatkan gizi sehat dan berada dalam tingkatan kesehatan yang baik bagi setiap anggota keluarga (anak), sebaiknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu akan prinsip-prinsip pengaturan gizi bagi seluruh anggota keluarga.
Prinsip-prinsip dasar pengaturan gizi pada anak, dapat kita kelompokkan menjadi dua. Yakni prinsip dasar makanan usia pra-sekolah (usia 1-6 tahun) dan prinsip dasar makanan anak usia sekolah (usia 7-21 tahun).
Usia Pra-Sekolah
Usia pra-sekolah ini dapat kita bedakan menjadi dua golongan, yaitu: (1) Makanan anak balita (usia 1-3 tahun). Jenis makanan yang paling disukai anak balita, biasanya adalah makanan yang manis-manis, seperti coklat, permen, es krim, dan manisan.
Sebaiknya, pada anak usia balita ini, makanan yang terlalu banyak mengandung gula dibatasi, dan atau jangan diberikan, agar gigi susunya tidak rusak atau berlubang (caries). Kita tahu, pada umumnya gigi susu anak akan lengkap pada usia 2 tahun. Tetapi belum cukup kuat untuk menggigit dan mengunyah makanan.
Pada periode ini, anak bersifat sebagai konsumen pasif. Dalam arti lain, jenis makanannya sangat tergantung pada yang diberikan oleh ibunya. Dalam hal ini, ada satu hal yang perlu diketahui oleh setiap ibu. Yaitu bila anak pada suatu saat menolak pemberian makanan yang kita berikan, maka jangan dipaksakan untuk dimakannya.
Hal tersebut dapat menyebabkan anak bersifat antipati dan mungkin akan menolak makanan tersebut untuk selamanya. Pada usia ini, kita hendaknya harus berusaha melatih, mengupayakan dan mengarahkan si anak untuk mengikuti pola makan orang dewasa.
Usia 1-3 tahun, biasanya, anak sangat rentan terhadap gangguan gizi, seperti kekurangan vitamin A, zat besi (anemia), kalori dan protein. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan gangguan fungsi pada mata, sedangkan kekurangan kalori dan protein dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecerdasan anak.
(2) Makanan anak usia 4-6 tahun. Pada usia ini, anak-anak masih rentan terhadap gangguan penyakit gizi dan infeksi. Sehingga, pemberian makanan yang bergizi tetap menjadi perhatian orang tua, para pembimbing, dan pendidik di sekolah.
Kemampuan mencerna makanannya, pada tahap ini sudah terlihat mendekati orang dewasa, sehingga sudah saatnya si anak diajak menikmati makan bersama dengan anggota keluarga lainnya (ayah, ibu, dan saudara), serta diusahakan disuruh belajar untuk makan sendiri. Situasi demikian akan bermanfaat sekali dalam mendidik anak. Karena dari sini terdapat 101 macam simbol nilai didikan bagi anak telah menyelimutinya, seperti kebersamaan, sopan santun, menghargai orang lain, dan lainnya.
Pendidikan tentang nilai gizi makanan, tidak ada salahnya mulai diajarkan kepada mereka. Dan merupakan saat yang tepat untuk menganjurkan yang baik-baik pada anak. Karena, pada periode ini, anak sudah dapat mengingat-ingat sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang tuanya serta lingkungan sekitarnya. Sehingga akhirnya, si anak dapat memilih dan menyukai makanan bergizi. Anak seusia ini sudah menjadi konsumen pangan aktif. Tetapi, pemberian makanan yang manis-manis tetap perlu dibatasi, agar gigi geliginya tidak cepat caries.
Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah ini, seperti halnya usia pra-sekolah, dapat kita bedakan menjadi tiga kelompok. (1) Makanan anak pra-remaja (usia 7-12 tahun). Golongan anak pra-remaja ini, biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah. Sehingga sering lupa untuk makan.
Makan pagi atau sarapan, perlu diperhatikan oleh para orang tua unrtuk mencegah hipoglikemia (turunnya nilai gula darah), dan supaya si anak mudah menangkap pelajaran di sekolah. Selain itu, perhatikan menu makanan yang akan dikonsumsi anak, agar benar-benar memperhatikan nilai gizi empat sehat lima sempurna.
Pada usia ini, gigi susunya tanggal secara berangur-angsur, dan diganti dengan gigi permanen. Anak pada golongan ini, sudah lebih aktif memilih makanan yang disukainya. Kebutuhan energinya lebih besar, selaras dengan meningkatnya aktivitas fisik, seperti olah raga, bermain, dan membantu orang tuanya. Kebutuhan gizi bagi anak laki-laki, akan berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga kebutuhan gizinya lebih besar.
(2) Makanan anak remaja (usia 13-18 tahun). Pada usia ini, anak-anak mulai memasuki masa remaja. Di sini telah terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat. Sehingga kebutuhan gizi untuk pertumbuhan dan aktivitasnya sangat meningkat.
Pada masa ini, umumnya, si anak mempunyai nafsu makan yang baik, sehingga perlu diperhatikan menu makanan yang akan dikonsumsi anak oleh para orang tua, pembimbing, konseling khusus, dan pendidik di sekolah.
Hal tersebut perlu diperhatikan lebih ekstra, karena pada usia ini mereka sering mencari makanan tambahan atau jajan di luar waktu makan. Melihat gejala ini, setidaknya kita perlu mengelola dan mengkoordinasikan tentang penanganan dan pemberian makanan tambahan yang mengarah pada pencegahan gizi salah yang dikonsumsi oleh anak.
(3) Makanan anak golongan dewasa muda (usia 19-21 tahun). Dalam usia 19-21 tahun, anak-anak mulai memasuki masa menuju kedewasaan muda. Di sini telah terjadi perkembangan fisik, dan terlihat menonjol ciri-ciri perbedaan antara laki-laki dengan perempuan.
Adanya perubahan fisik pada usia ini, mengharuskan tersedianya kebutuhan gizi yang cukup bagi si anak untuk menunjang proses pertumbuhan dan aktivitasnya yang meningkat secara variatif.
Kebiasaan makan di luar waktu makan pada golongan dewasa muda ini, masih tetap dilakukan, dan bahkan lebih sering. Hal ini karena si anak mempunyai nafsu makan yang baik, sehingga perlu diarahkan pada pemenuhan gizi yang seimbang dan makanan yang dikonsumsi dapat berdampak positif terhadap perkembangan fisiknya.
Agar makanan yang dikonsumsi berdampak positif terhadap anak terutama dalam menunjang pengembangan anak usia dini menuju jenjang pendidikan selanjutnya, maka sangat dianjurkan untuk menghidangkan dan menyajikan menu makanan yang seimbang, yang terdiri dari: (a) sumber karbohidrat (makanan pokok), (b) sumber protein (lauk-pauk), dan (c) sumber vitamin serta mineral (sayur-sayuran dan buah-buahan).***
Penulis, adalah pendidik dan blogger di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, www.miqra.blogspot.com.
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Jurnalistik PAUD Tingkat Nasional 2007, yang diselenggarakan oleh Direktorat PAUD – Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional.