Orientasi pada Kualitas

Orientasi pada Kualitas
Oleh: ARDA DINATA


KUALITAS merupakan lambang prestise dalam kehidupan manusia. Sejarah manusia sangat bervariasi dengan karakteristik tersendiri. Tak ada manusia yang sama. Mereka memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kondisi ketidaksamaan manusia dalam segi kualitas hidup dan kesejahteraan ini akan tergantung terutama dalam tingkat maupun efektivitas perjuangan mereka untuk mengoptimalkan potensi diri. Pendeknya, sejarah manusia sesungguhnya merupakan irama perjuangan hidupnya.

Untuk mencapai manusia berkualitas baik, manusia perlu meningkatkan diri menjadi apa yang diistilahkan sebagai manusia seutuhnya, manusia paripurna atau insan kamil. Yakni manusia yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT; manusia yang memiliki kecerdasan dan kemampuan tertentu; serta manusia yang memiliki jiwa pembelaan terhadap kemurnian orientasi. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku, wajahku, orientasiku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan tunduk kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (QS. Al An’am: 79)

Bermodalkan orientasi pada kualitas, terbukti kaum muslimin pada masa lampau telah berjaya lebih dari tujuh abad memegang dan mengendalikan peradaban. Yakni sebuah peradaban manusia yang belum pernah ada tandingannya. Pertanyaannya, jika pada masa lampau kaum muslimin pernah berjaya (baca: berkualitas), mengapa kita sekarang tidak belajar dari mereka?

Kita tahu bahwa hidup manusia terbentuk dari sebuah penciptaan yang sungguh berkualitas. Setiap manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berkualitas bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia diciptakan sebagai makhluk paripurna, dilengkapi akal untuk berpikir, nafsu untuk berkembangbiak dan naluri untuk berbuat sesuatu. Itulah ciri khas yang membedakan manusia dengan hewan.

Namun demikian, keparipurnaan manusia diapit dengan kekurangan. Dr Yaswirman M.A. mengungkapkan bahwa para ahli jiwa hanya berhasil mengungkapkan gejala-gejala jiwa saja (baca: berpadunya jiwa dengan fisik dalam diri manusia). Yakni adanya pikiran, perasaan, dan kehendak yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Kondisi pikiran yang galau akan mengurangi keinginan, perasaan yang gunjang melemahkan pikiran, dan kehendak yang menggebu-gebu merusak pikiran. Kemampuan untuk menetralisir cara kerja gejala-gejala jiwa itulah yang menjadikan manusia sebagai makhluk paripurna. Bagi yang tidak bisa menetralisirnya, maka derajat mereka akan dijatuhkan ke tingkat paling rendah (asfala saafiliin). Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami jatuhkan derajatnya ke tingkat yang terendah.” (QS. At-Tin: 4-5).

Di sinilah pentingnya sebuah tindakan dari pola pikir berupa pemahaman akan kualitas yang perlu dilakukan oleh setiap muslim. Karena kendati diciptakan sebagai makhluk paripurna, namun tidak semua manusia menyadari hal itu, sehingga ada yang hanyut dengan kedzaliman, kebatilan, kemaksiatan dan dikendalikan oleh alam. Artinya kunci keparipurnaan itu baru bisa dirasakan apabila potensi pikiran, keinginan dan kehendak tersebut kita isi dan pergunakan sebagaimana mestinya di bawah kendali kemauan Allah.

Akhirnya, sungguh indah dan beruntung manakala kita mampu melakukan pemahaman akan pentingnya kualitas dalam menjalankan proses kehidupan ini. Dan potensi itu terbentang luas di hadapan kita. Selanjutnya terserah Anda? Wallahu a’lam.***

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia,
http://www.miqra.blogspot.com.

BACA ARTIKEL LAINNYA:

Arda Dinata

Arda Dinata is a writer for various online media, lives in Pangandaran - West Java. www.ArdaDinata.com: | Share, Reference & Education | | Source for Sharing Inspiration, Knowledge and Motivation for Success | World of Business, Business, Boss, Rich, Money, Dollars and Success |

Lebih baru Lebih lama