KONDISI pencernaan manusia memiliki peranan penting dalam menjaga tubuh tetap sehat dan bugar, meskipun usia seseorang kian senja. Hal ini terbukti dari hasil penelitian terhadap para senior yang mampu mencapai usia lebih dari 80 tahun, ternyata mereka memiliki kebiasaan selain banyak tertawa, denyut jantung yang teratur dan tidak deras, juga jarang mengalami gangguan pencernaan.
Terkait dengan yang terakhir, menurut beberapa penelitian, ternyata gangguan pencernaan banyak disebabkan oleh bakteri patogen (penyebab penyakit). Bifidobactrium merupakan bakteri menguntungkan, di mana pada bayi yang mengkonsumsi ASI, jumlahnya sebesar 92%. Jika si bayi mulai besar, dan mulai minum susu kaleng atau makanan lainnya, jumlah bakteri tersebut akan berkurang, menjadi 20%. Sebaliknya, jumlah bakteri E. coli yang menyebabkan penyakit, bertambah dari 4% menjadi 24%, sehingga anak-anak yang mulai besar akan banyak mengalami masalah pencernaan. Saat dewasa, jumlah bakteri Bifido semakin berkurang menjadi 7%. Yang bertambah banyak justru bakteri patogennya. Oleh sebab itu, semakin lanjut usia seseorang, akan semakin banyak masalah sembelit dan gangguan pencernaan yang dideritanya.
Menyikapi fakta tersebut, ada satu pertanyaan yang mesti kita ketahui, yaitu bagaimana sebenarnya “kisah” bakteri usus dalam sistem pencernaan manusia itu? Dan bagaimana caranya untuk mencapai kondisi sistem pencernaan yang sehat itu? Kalau kita teliti, di dalam tubuh manusia itu ada “rumah” berbagai bakteri. Yakni berupa saluran pencernaan manusia yang panjangnya mencapai 9 meter (dari mulut hingga saluran pembuangan). Dan kita tahu, dalam tiap 1 ml air liur saja, ternyata ditemukan sekira 100 juta bakteri. Sedangkan di dalam usus wanita dewasa terdapat sekira 0,8 kg bakteri.
Berbicara bakteri, Anda jangan langsung menghubungkan dengan hal-hal yang merugikan kesehatan. Sebab, kalau kita mau jujur, dalam tubuh manusia ada dua jenis bakteri yaitu bakteri jahat dan baik. Adapun prosesnya, secara sederhana dapat digambarkan bahwa bakteri masuk ke dalam usus bersama makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Sepanjang perjalanannya, bakteri mengalami berbagai hambatan. Pada saat memasuki lambung, sebagian besar bakteri mati oleh asam lambung (HCL).
Hambatan berikutnya terjadi dalam usus halus, terutama usus dua belas jari (duodenum), pelepasan cairan empedu dan pankreas yang berguna untuk mencerna lemak, protein, serta gula, juga mematikan sejumlah bakteri. Tapi, pada ujung usus halus, yaitu ileum dan jejunum terjadi proses penetralan isi usus oleh getah pencernaan. Kondisi ini, ditambah dengan lambatnya laju pergerakan isi usus, sehingga membuka kesempatan bagi bakteri yang bertahan untuk berkembang biak.
Terkait dengan adanya bakteri yang hidup di ujung usus halus tersebut, menurut Prof. Dr. F.G. Winarno (2003), untuk bakteri yang baik itu bertugas memproduksi zat gizi esensial seperti vitamin dan asam organik, untuk diserap dan dimanfaatkan oleh epitel dinding usus dan organ vital tubuh lainnya, seperti hati. Sedangkan bakteri jahat akan membentuk senyawa busuk yang didetoksikasi dalam hati dan dikeluarkan melalui feces (tinja) serta urine. Bila jumlah senyawa busuk ini sangat banyak, berarti proses detoksikasi tidak berjalan sempurna. Sebagian besar senyawa ini akan masuk ke dalam darah dan beredar ke seluruh tubuh. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai penyakit dan mempercepat proses penuaan.
Menjaga Keseimbangan Bakteri
Menyikapi kenyataan adanya pergolakan antara bakteri baik dan bakteri jahat di dalam usus halus manusia di atas, saya kira hal yang terpenting adalah bagaimana kita menjaga kondisi kesehatan usus itu agar tetap “aman”. Dalam konteks ini, menurut Dr. Muhammad Yazid Manap, Ph.D., pakar probiotik dari Universitas Putra, Malaysia, yang terpenting dalam menjaga kesehatan usus, adalah menjaga keseimbangan bakteri usus. Keseimbangan yang baik adalah 80 : 20 (80% bakteri baik/anaerobic dan 20% bakteri tidak baik/aerobic). Perbandingan ini terdapat pada bayi yang 100% mengkonsumsi ASI. Adanya bakteri aerobic sebanyak 20%, tetap dibutuhkan untuk gerak peristaltik usus.
Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini telah dikembangkan pangan fungsional yang menggunakan mikroorganisme dalam makanan. Dan hasil penelitian di bidang pangan fungsional yang berkembang pesat saat ini adalah berupa probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah bakteri hidup dalam makanan yang apabila dimakan dapat menjaga keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan. Dalam arti lain, probiotik ini merupakan jenis pangan dengan kandungan bakteri hidup yang tahan melewati rintangan fisik dan kimia dalam saluran pencernaan. Bakteri yang dititipkan dalam pangan ini kemudian aktif berbiak, membentuk koloni yang melapisi bagian dalam usus. Adapun jenis pangan fungsional probiotik yang telah dikembangkan adalah susu dan olahan fermentasinya, seperti yogurt dan es krim (baik cair maupun serbuk).
Sementara itu, prebiotik adalah bahan makanan bagi bakteri probiotik agar tumbuh subur dalam pencernaan. Pangan prebiotik berisi serat yang tidak dapat dicerna, namun dapat difermentasi menjadi hidangan untuk menstimulasi kehidupan bakteri usus yang menguntungkan. Contoh makanan prebiotik adalah serat pangan (dietary fiber),yaitu buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian.
Lebih jauh dari itu, diungkapkan Muhammad Yazid Manap, sebenarnya penggunaan mikroorganisme dalam makanan telah lama dilakukan manusia, dengan dua alasan. Pertama, alasan teknologi. Mikroorganisme dapat mengubah bahan mentah/dasar menjadi produk baru, melalui proses fermentasi, misalnya susu menjadi yogurt, singkong menjadi tape, dll. Kedua, alasan kesehatan. Telah terbukti bahwa mikroorganisme probiotik dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan bakteri patogen. Bukti ini diperkuat lagi dengan kenyataan betapa orang Bulgaria, rata-rata berumur panjang, karena rajin memakan yogurt.
Sistem Pencernaan Sehat
Untuk mendapatkan sistem pencernaan yang sehat, para ahli pangan telah mempelajari manfaat gizi dan fungsi bahan pangan pada tubuh manusia, termasuk jenis pangan probiotik. Dalam hal ini, menurut Dr. Muhammad Yazid Manap, Ph.D., (1998), paling tidak ada empat fungsi utama dari pangan probiotik, yaitu: (1) Menjaga keseimbangan bakteri usus. (2) Menurunkan kadar kolesterol darah. (3) Mencegah pembentukan sel kanker. (4) Membantu pencernaan laktosa (gula dalam susu), sebab banyak orang Asia yang tidak dapat mencernakan susu, sehingga menyebabkan diare.
Sementara itu, dalam pandangan Prof. Dr.F.G. Winarno, selain serat, zat lain yang dibutuhkan tubuh untuk mengembangkan sistem pencernaan yang sehat adalah antioksidan (seperti vit. C, betacaroten, dan teh hijau) dan golongan asam (seperti asam amino dan asam folat).
Lebih jauh diungkapkan Winarno, antioksidan berfungsi melindungi sekira 70 milyar sel-sel tubuh dari proses penuaan dengan cara “menangkap” radikal bebas yang merusak sel-sel, membuat sakit dan penuaan. Vitamin C memperkuat sistem ketahanan tubuh dan berperan dalam pertumbuhan gigi, tulang dan darah.
Betacaroten adalah bentuk awal vit. A yang mempertahankan lapisan lendir dan memperkuat pertahanan kulit menghadapi infeksi. Sementara teh hijau membersihkan pembuluh darah dan melindungi sel-sel dari radikal bebas yang merusak dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Asam amino adalah struktur protein terpenting untuk mempertahankan hidup. Jika tidak diperoleh dari asupan makanan, maka asam amino dalam tubuh akan digunakan untuk proses perbaikan sel. Akibatnya, asam amino cadangan tubuh berkurang dan berdampak nyata pada kulit yang menua, otot cepat kendur, dan melemahnya kekebalan tubuh. Sedangkan asam folat berperan penting dalam proses pembelahan dan pembentukan sel-sel baru.
Akhirnya, untuk mencapai tubuh yang sehat dan “awet muda”, salah satu faktor yang menentukan adalah kondisi kesehatan saluran pencernaannya. Dan saat ini, dengan adanya teknologi probiotik, kita tidak usah khawatir untuk mencapai kondisi sistem pencernaan yang sehat itu, sebab sedikit banyak dengan mengkonsumsi pangan probiotik tubuh kita akan terbantu dalam menjaga keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan. Anda penasaran untuk mencoba?***
Arda Dinata
Penulis adalah dosen di Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) Kutamaya.
Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia,