Wanita dan Keteladanan dalam Islam
oleh Arda Dinata
Wanita adalah calon ibu. Artinya setiap wanita harus memposisikan sebagai muslimah sejati dalam hidupnya. Untuk itu, setiap keluarga muslim dituntut menciptakan keteladanan (uswah hasanah) bagi anggota keluarganya. Teladan, diartikan sebagai (perbuatan, barang, dsb) yang patut ditiru. Sehingga, pantas saja keteladanan ini dijadikan sebagai alat utama dalam pendidikan anak. Secara spesifik, keteladanan dalam diri manusia, akan menjadikan hidupnya terlepas dari beban-beban psikis –seperti yang dimiliki oleh orang-orang yang berbohong lagi dusta---. Lebih jauh, ternyata perilaku keteladanan menjadikan hidup kita indah dan menyenangkan.
Pada tataran demikian, budaya keteladanan harus menjadi visi kita dalam membangun kehidupan keluarga sakinah yang telah menjadi cita-cita kita. Sehingga setiap orang tua (terutama seorang ibu) dituntut untuk menjadi sumber inspirasi uswah hasanah (keteladanan) bagi perilaku anak-anaknya.
Adapun bentuk keteladanan yang perlu dikedepankan dalam mendidik anak adalah berupa mempraktekkan kehidupan yang islami. Paling tidak ada sembilan hal yang perlu dibangun dalam kehidupan islami tersebut yang akan membuahkan keteladanan dari seorang anak di kemudian hari dan menciptakan keluarga sakinah.
Tertanamnya ihsan/kebaikan dan bergaul dengan ma’ruf. Allah berfirman, yang artinya: “…Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisaa’: 19).
“…. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisaa’: 36).
Dalam QS. Al-Israa: 23, Allah berfirman: “….dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali.” (QS. Luqman: 14).
Saling menyayangi dan mengasihi. Dalam hal ini, Allah menginformasikan dalam QS. Ar-Ruum: 21, yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang ….”
Menghormati hak hidup anak. Setiap orang tua harus mampu menjaga hak hidup anak, diantaranya berupa informasi tentang apa yang diharamkan dalam hidup, berbuat baik kepada orang tua, dan jangan membunuh dengan alasan faktor kemiskinan. (baca: QS. Al-An’aam: 151).
Selain itu, dalam QS. Al-Israa: 31, Allah berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan, Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar.”
Saling menghargai dan menghormati antar anggota keluarga, memberikan pendidikan akhlak yang mulia secara paripurna. Dalam QS. Al-Ahzab: 59, Allah berfirman, yang artinya: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu …”
Menjauhkan segenap anggota keluarga dari bencana siksa neraka. Allah berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Membiasakan bermusyawarah dalam menyelesaikan urusan. Dalam QS. Ath-Thalaaq: 6, Allah berfirman yang artinya: “…kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (Baca juga: QS. Al-Baqarah: 233).
Berbuat adil dan ihsan. Allah SWT berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maa’idah: 8).
Sementara itu, dalam QS. An-Nahl: 90, Allah berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Memelihara persamaan hak dan kewajiban. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 228, yang artinya: “…Dan para wanita mempunyai hak yaang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya….”
Dalam surat yang lain, Allah berfirman, yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka …” (QS. An-Nisaa: 34).
Menyantuni anggota keluarga yang tidak mampu. Allah berfirman, yang artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Israa’: 26). (Baca juga: QS. Ar-Ruum: 38).
Akhirnya, patut kita renungkan apa yang diungkap oleh Sayyid Qutb, melalui tafsirnya yang terkenal (baca: Fi Zhilalil Qur’an; 2000: 539-540), beliau menyatakan bahwa sistem keluarga di dalam Islam terpancar dari mata air fitrah, asal penciptaan dan dasar pembentukan utama bagi semua makhluk hidup dan segenap ciptaan. Keluarga adalah ‘panti asuhan’ alami yang bertugas memelihara dan menjaga tunas-tunas muda yang sedang tumbuh, mengembangkan fisik, akal dan jiwanya. Di bawah bimbingan dan cahaya keluarga, anak-anak ini menguak kehidupan, menafsirkan dan berinteraksi dengannya. Untuk itu, semoga wanita-wanita Indonesia menjadi muslimah sejati seperti keinginan ibu Kartini. Amin. Wallahu a’lam.***
Arda Dinata, adalah Motivator & Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam [MIQRA] Indonesia, http://miqra.blogspot.com.